Halaman

Minggu, 26 Januari 2020

Mengenal Lebih Dekat Adat Istiadat Arak-arakan Maulid Nabi Keraton Kanoman






Kota Cirebon sesungguhnya bukan kota persinggahan semata. Di kota yang dijuluki “Kota Udang” ini tersimpan keunikan serta keindahaan yang tersebar di sejumlah sudut kota. Kota ini pun makin menarik karena menggambarkan percampuran dua budaya, yakni Jawa Barat dan Jawa Tengah. Cirebon dikenal sebagai kota yang punya banyak keraton, selain beragam kuliner tentunya. Selama ini Cirebon lebih dikenal sebagai kota persinggahan semata bagi mereka yang hendak melintas dari timur ke barat Jawa atau sebaliknya, terlebih pada masa liburan Hari Raya Idul Fitri atau masa liburan sekolah. Kota yang terletak di pesisir pantai utara Jawa ini pun menjadi salah satu kota tersibuk di tanah air, dalam melayani warga yang ingin mudik sekaligus berlibur dari Jakarta maupun kota lainnya.


                Pada tahun 1855, Sultan Baharuddin memisahkan diri dari Keraton Pungkawati karena merasa berbeda pendapat atas siapa yang harusnya memimpin keraton Cirebon. Keraton Kanoman bagi saya memiliki arsitektur yang unik. Jika bangunan jaman dahulu di dominasi oleh bata merah, keraton Kanoman di dominasi oleh warna putih. Yang membuatnya lebih unik dan menarik lagi, terdapat tempelan piring-piring kecil yang masing masing berbeda motif. Konon piring-piring ini adalah warisan dari masa Tionghoa.


          Muludan merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap bulan Mulud (Maulud) di Makam Sunan Gunung Jati. Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan /menyuci Pusaka Keraton yang dikenal dengan istilah ”Panjang Jimat”. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 8-12 Mulud. Sedangkan pusat kegiatannya berada di sekitar Kraton Kasepuhan.

           Menjelang hari perayaan kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal, (atau kalau dalam penanggalan Jawa jatuh pada bulan Mulud) di kota Cirebon biasa diadakan festival rakyat yang biasa disebut Muludan. Sebulan sebelumnya di alun-alun keraton Kasepuhan dan Kanoman dibuat lapak-lapak tempat orang berjualan pakaian, mainan dan makanan, menyediakan jasa ramal, menyediakan arena permainan anak, dll. Sama dengan acara Sekatenan yang biasa diadakan di Yogya dan Solo. Beberapa mainan tradisional masih dijajakan disini, mencoba bertahan dari gempuran teknologi di era Playstation, Game PC dan Game Online. Ada kapal "klothok" yang terbuat dari seng, dan untuk menjalankannya dipakai bahan bakar minyak tanah, mainan masak-masakan dari anyaman bambu, seng atau gerabah, atau topeng, boneka bouraq dan beberapa karakter wayang golek. Selain itu jajanan khas Cirebon tentunya juga banyak tersedia disini, hanya saja, dimusim Muludan seperti ini, biasanya mereka memasang harga sedikit lebih mahal dari biasanya. 
           Oleh-oleh Khas Cirebon MAMI - Seperti halnya keraton-keraton lain yang ada di pulau Jawa, tiga Keraton, yaitu Kasepuhan , Kanoman, Kacirebonan pada tepat tgl 12 Mulud pun diadakan prosesi Grebeg Mulud yaitu acara Panjang Jimat. Suasana panjang jimat sendiri adalah menceritakan proses Nabi Muhamad semenjak masih dalam kandungan hingga kelahirannya yang di ceritakan lewat simbol-simbol.
Prosesi Panjang Djimat sendiri baru dimulai pada jam 9 malam yang diawali dari Keraton yang nantinya diiringi iring-ringan yang membawa Panjang Djimat dan beberapa pusaka dari Bangsal Agung Panembahan ke Langgar Agung. Di langgar agung sebelum rombongan iring-iringan yang membawa Panjang Jimat kembali ke Bangsal Agung, terlebih dahulu diadakan acara pembagian sega rosul untuk masyarakat yang konon mengandung barokah. Sega rosul sendiri diyakini masyarakat sebagai sega (nasi) yang mengandung barokah karena bahan bakunya dihasilkan dengan cara alami yaitu dari gabah disisil (membuka kulit gabah dengan menggunakan tangan dan mulut) oleh perawan sunti.
Panjang Djimat sendiri berupa piring lodor besar buatan china yang berdekorasi Kalimat Syahadat bertulisakan huruf Arab yang diyakini dibawa langsung oleh Sunan Gunung Djati. Sebanarnya acara panjang djimat ini sendiri hanya mengingatkan kita bahwa Panjang Djimat berarti; Panjang berarti dawa (panjang) tak berujung, Djimat berarti Si (ji) kang diru (mat). Artinya tulisan Syahadat yang tertulis di piring tersebut supaya selalu kita pegang selamanya sebagai umat muslim hingga akhir hayat.

Peringatan hari Maulid Nabi Muhammad SAW atau yang biasa disebut dengan Bulan Mulud yang jatuh tepat pada, Jumat (1/12) malam tadi, Keraton Kanoman yang merupakan salah satu keraton di Kota Cirebon turut merayakan peringatan bulan mulud dengan menggelar kegiatan adat istiadat berupa Panjang Jimat di Bangsal Prabayaksa, Keraton Kanoman.Kegiatan panjang jimat ini dihadiri langsung oleh Walikota Cirebon, Drs. Nasrudin Azis, SH yang didampingi oleh Jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Cirebon. Dikatakan Azis usai menghadiri kegiatan prosesi panjang jimat tersebut, dirinya mengatakan kegiatan panjang jimat ini merupakan kegiatan yang rutin di gelar di berbagai Keraton di Kota Cirebon salah satunya, Keraton Kanoman. Sehingga kata Azis, dirinya berharap adanya tradisi ini harus bisa dijaga dengan baik dan dapat dilaksanakan secara turun temurun oleh keluarga para raja di Keraton.
“Perlu kita ketahui bahwa ternyata kegiatan seperti ini sudah berjalan kurang lebih 500 tahun dan hal ini sangatlah luar biasa. Dan kegiatan ini harus bisa dijalankan secara turun menurun karna ini merupakan ciri khas budaya dari keraton tersebut, “ Tutur Wali Kota Cirebon.
Selain itu juga Azis berpesan dengan adanya peringatan hari Maulid Nabi Muhammad SAW ini masyarakat Kota Cirebon dapat meniru suri taulan Nabi Muhammad SAW. Sementara menurut Hj. Ratu Raja Arimbi Nurtina, S.T. selaku adik dari Sultan Kanoman XII yaitu Kanjeng Gusti Sultan Raja Mohammad Emirudin mengungkapkan rasa syukurnya karena seluruh keluarga Keraton Kanoman dapat kembali melaksanakan tradisi ritual yaitu muludan sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengagungan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
“Alhamdulillah pada malam hari ini kami keluarga Keraton Kanoman dapat melaksanakan tradisi rutin dalam peringatan hari lahirnya nabi besar Muhammad SAW. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan pengagungan kami kepada Nabi Muhammad SAW,” Tuturnya.
Arimbi juga menjelaskan bahwa tradisi ritual muludan ini adalah bagaimana kita menghormati junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat islam sedunia yang telah meninggalkan jejak perjuangan kekhalifahan umat manusia yang tiada henti-hentinya. peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini juga telah berlangsung kurang lebih selama 500 tahun di Keraton Kanoman ini.
“ Kami keluarga Keraton Kanoman melalui ritual yang digagas Kanjeng Sinuhun Syekh Maulana Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati dengan prosesi panjang jimat hanya sebagai simbol kultural yang menegaskan makna kelahiran Nabi dan simbol-simbol ajaran Islam yang hendak disiarkan. Salah satu yang kami kerjakan pada saat itu adalah hanya merawat pusaka pusaka yang ditinggalkan oleh leluhur kami, pendahulu kita semua. Sebab, diantaranya kalau tidak dibersihkan minimal satu tahun satu kali maka benda benda tersebut boleh dikatakan akan kurang terawat. “ Imbuhnya.
Perlu diketahui Prosesi “Panjang Jimat” ini merupakan puncak rangkaian yang telah digelar selama enam hari oleh keluarga Kesultanan Kanoman. Prosesi ini akan dimulai nanti, tepat pada pukul 21.00 dengan ditandai rombongan yang membawa bendera Pusaka dan benda-benda pusaka lainnya yang dipimpin oleh Patih Raja Mohamad Qadiran.Rombongan iring-iringan “Panjang Jimat” ini akan berjalan menuju Masjid Agung Keraton Kanoman untuk kemudian setelah tiba di Masjid Agung, akan dibacakan Kitab Barjanji

Sumber: 
1.https://radarcirebon.com/keraton-kacirebonan-punya-tradisi-dan-makanan-khas.html

Filosofi di balik bangunan Tempat Penobatan Raja





Sebuah wilayah yang dapat dihasilkan dari pembagian kesultanan Cirebon pada tiga putranya setelah kematiannya. Kraton Kanoman memiliki jarak 600 m.
Pangeran Girilaya atau dapat dikenal sebagai Panembahan Ratu pakungwati II. Diatur pada 1666 Kesultanan Kanoman, yang berfokus pada Istana Kanoman.
Apa itu Keraton Kanoman ?
Keraton Kanoman merupakan salah satu dalam dua sebuah bangunan Siren Cirebon. Setelah pembangunan Istana Kanoman dalam tahun 1678, Siren Cirebon terdiri atas adanya sebuah Istana Kasepuhan dan Istana Kanoman. Ukuran Islam di Jawa Barat terkait erat dengan Cirebon.
Sunan Gunung Jati merupakan termasuk orang yang dapat bertanggung jawab adanya sebuah penyebaran Islam di Jawa Barat, hingga pidato Cirebon tidak dapat lepas dari sosok Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
Istana Kanoman didirikan dengan seorang Pangeran Kertawijaya atau Pangeran Mohamad Badridin, yang dapat menahan Sultan Anom I sekitar tahun 1678. Sunan Gunung Jati di desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan yang bersejarah di Istana Kanoman terkait erat dengan penyebaran agama Islam, yang Sunan Gunung Jati, juga dikenal sebagai Syarif Hidayatullah, secara aktif berpraktek.
Kompleks Istana Kanoman yang telah mencakup area sekitar 6 hektar. Dalam Kraton ini hidup Sultan kedua belas bernama Raja Muhammad Emiruddin bersama keluarganya. Istana Kanoman adalah sebuah kompleks besar bangunan tua. Salah satunya adalah pondok bernama cikal bakal istana, Witana Ward, yang luasnya hampir 5 kali dalam seluas lapangan sepak bola.

Sejarah Kesultanan Kanoman

Kesultanan Kanoman secara resmi didirikan dalam tahun yang sama dengan Kesultanan Kasepuhan pada 1679 dengan adanya pemimpin yang pertamanya, yakni yang bernama Sultan Anom I.

Dalam tahun 1677, para pangeran yang ditangkap oleh Mataram diselamatkan dari Kesultanan Cirebon dari Kesultanan Banten dengan bantuan Trunojoyo, setelah Pangeran Nasiruddin, yang pada saat itu menjabat sebagai Sultan Cirebon, oleh Sultan dari Agen Tirtan untuk meminta bantuan dari Sultan Banten untuk menyelamatkan saudaranya, yang dipenjara oleh Mataram.
Pada saat itu, Banten, yang berperang dengan Belanda, dibebani tugas menghindari kekacauan luas di keluarga besar kesultanan Cirebon, yang sebenarnya telah terpecah sebelumnya dengan menentukan dalam ahli waris takhta terhadap kesultanan Cirebon.
Pada akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa merupakan berasal dari sebuah Kesultanan Banten yang memutuskan sebagai menunjuk Syamsuddin (Martawijaya) menjadi Sultan Sepuh, Badruddin (Kartawijaya) untuk Sultan Anom dan Nasiruddin (Wangsakerta) ke Panembahan Cirebon, yang dapat memerintah sastra dan pendidikan di Cirebon, khususnya para bangsawan.
Konfirmasi dalam ketiganya untuk penguasa Cirebon kemudian terjadi di Istana Pakungwati (sekarang bagian dari Kompleks Istana Kasepuhan) pada tahun 1679, akan tetapi ternyata terjadinya sebuah masalah internal keluarga besar tidak terselesaikan, kemudian dieksploitasi terhadap Belanda Dalam perang dengan Kesultanan Banten, yakni sebagai mengirim dalam pasukan mereka ke Pakungwati, serang Cirebon.

Bangunan Keraton Kanoman Cirebon

Dalam sebuah bangunan Istana Kanoman yang menghadap ke bagian utara. Di luar bangunan Keraton adalah sebuah bangunan bergaya Bali yang dapat disebut dengan Balai Maguntur yang berasal batu merah. Bangunan ini dapat digunakan untuk sebuah tempat tinggal ketika sultan memberikan pidato atau menghadiri upacara, misalnya pada apel tentara atau menonton Pelabuhan Gamelan Sekaten.

Keraton Kanoman adalah salah satu tonggak sejarah kota Cirebon dan tonggak berkembangnya agama Islam di Cirebon dan Jawa Barat. Kalau Anda mengunjungi keraton ini jangan terkejut karena luas Keraton Kanoman sebesar 6 hektar.

Padahal lokasinya tersembunyi tepatnya dibelakang Pasar Kanoman. Sehingga anda harus melewati pasar untuk menemukan tempat bersejarah ini. Di keraton ini juga Anda akan menemukan peninggalan sejarah dan kisah mendalam dari si pemandu wisata yang sudah menunggu Anda di pintu masuk keraton.
Dalam pantauan Bisnis, desain arsitektur keraton ini memang terkesan mistik. Ada unsur tua yang terlihat dari dinding-dinding keraton yang mengelupas. Pemandu wisata menceritakan bahwa keraton ini merupakan pusat peradaban Kesultanan Cirebon. Namun karena ada perpecahan pada keluarga keraton, alhasil terpecahlah keraton menjadi Keraton Kasepuhan, Keraton Kecirebonan, dan Keraton Keprabon.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, Keraton Kanoman didirikan pada 1510 Saka atau 1588 Masehi. 
Ada pun pendiri keraton ini adalah Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya yang bergelar Sultan Anom I. Sultan Anom tercatat sebagai keturunan ketujuh dari Syarif Hidayatullah, atau Sunan Gunung Jati merupakan sunan yang menyebarkan agama Islam di Cirebon.
Keraton Kanoman pun menyimpan jejak Sunan Gunung Jati memulai menyebarkan agama Islam di wilayah ini. Sejumlah bangunan dan perabotan tersimpan di keraton ini adalah alat syiar Sunan Gunung Jati. Maklum saja, Sunan Gunung Jati memerintah di Kesultanan Cirebon pada 1479 – 1568. 
Kesultanan Kanoman didirikan atas keinginan Sultan Banten Ki Ageung Tirtayasa yang menobatkan dua orang pangeran dari Putra Panembahan Adining Kusuma dari Kerajaan Mataram untuk memerintah di dua kesultanan.
Keraton Kanoman sampat saat ini masih taat memegang adat-istiadat pepakem. Di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal yaitu seminggu setelah Idul Fitri ziarah ke makam leluhur dan nakam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara.
Keramik di dinding-dinding Keraton Kanoman adalah keramik Tiongkok. Hal ini menjelaskan relasi Keraton di Cirebon dengan komunitas Tionghoa sudah terbina sejak lama.

Keraton Kanoman Cirebon terdiri atas berbagai macam bangunan. Satu yang menjadi perhatian yaitu kompleks Siti Hinggil. Dibandingkan bangunan lainnya, Kompleks Siti Hinggil berbeda karena tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah lainnya di Keraton Kanoman. Selain itu, dinding bangunan kompleks Ksiti Hinggil dihiasi keramik bercorak Tiongkok yang sudah berusia ratusan tahun.  "Seusai dengan namanya, Siti Hinggil artinya tanah tinggi," kata Juru Bicara Kesultanan Kanoman Cirebon, Ratu Raja Arimbi Nurtina, Senin (10/9/2018). Arimbi menerangkan kompleks Ksiti Hinggil sudah ada sejak abad ke-14 masehi, bangunan ini merupakan saksi dari penyebaran agama Islam di tanah Cirebon. Bahkan di era Kaprabonan Caruban, Ksiti Hinggil pernah dipakai sebagai Pura tempat penobatan raja.  "Salah satunya adalah penobatan Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana menjadi Sri Mangana," ujarnya. Terdapat tiga buah pintu masuk ke dalam Kompleks Ksiti Hinggil, yaitu Pintu Syahadatein yang menghadap utara, Pintu Kiblat yang menghadap ke Barat, dan Pintu Shalawat yang menghadap ke Selatan.  Dikatakannya ketiga pintu tersebut mengandung makna filosofis yang sangat tinggi tentang kehidupan manusia dalam menjalankan perintah agama Islam yang baik dan benar.  "Apabila seseorang ingin mencapai derajat tinggi harus baca syahadat syarat sebagai muslim, lalu menghadap kiblat dengan melakukan shalat sebagai salah satu kewajiban muslim, dan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan dan panutan umat Islam," terangnya. Arimbi menyebutkan di dalam Kompleks Ksiti Hinggil terdapat dua bangunan yakni Mande Manguntur dan Bangsal Sekaten. Kedua bangunan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Mande Manguntur merupakan tempat Sultan menyampaikan wejangan, berita, hukum, atau ajaran agama kepada masyarakat. Selain itu, berfungsi juga sebagi tempat pelinggihan Sultan ketika menghadiri dan menyaksikan berbagai macam upacara. "Mande Manguntur juga tempat Batu Gilang, tempat calon raja dalam upacara penobatan menjadi raja," sebutnya.  Lalu, Bangsal Sekatan berbentuk persegi panjang dengan konstruksi Malang Semirang. Dibagian bawahnya terdapat ruangan dengan rongga resonansi yang terhubung ke Gunung Jati. Fungsi Bangsal Sekaten yakni sebagai tempat dipentaskannya Gamelan Sekaten peninggalan Sunan Kalijaga. Pementasan bisanya dilakukan setiap tanggal 8 - 12 bulan Mulud. "Di era Keprabonan Caruban, bangsal ini tempat para pini sepuh saat penobatan berlsangung," pungkasnya.




Misteri sumur kejayaan di Keraton Kanoman


Cirebon memiliki sejarah panjang hingga mewarisi tiga keraton yang menjadi benteng terakhir peninggalan kebudayaan itu sendiri. Bangunan warisan seni dan budaya dan peninggalan sejarah masih ada. Bahkan, masih digunakan hingga saat ini. Seperti peninggalan sumur yang berada di Keraton Kanoman Cirebon.
           
·        Macam-macam Sumur
 Di Keraton Kanoman ini terdapat 7 sumur. Tetapi diantara 7 sumur itu ada 2 sumur yang berada di dalam kedaton dan hanya bisa dilihat pada hari-hari tertentu saja seperti pada Maulid Nabi. Kawasan Kebon Jimat Keraton merupakan wilayah sakral yang ada di Keraton Kanoman Cirebon antara lain di beberapa sumur yang di percaya memiliki keutaman dan fungsi sesuai dengan kemauan yang punya hajat. Sumur-sumur yang ada di Kebon Jimat, yaitu Sumur Bandung, Sumur Penganten, Sumur Kejayaan dan Sumur Witana. Keempat sumur tersebut airnya berfungsi untuk membersihkan benda-benda pusaka keraton, membasuh nasi jimat untuk ritual muludan, dan segala keperluan yang berkaitan dengan acara lainnya. Pada intinya keempat sumur itu kerap kali dimanfaatkan sesuai dengan yang punya hajat. Sumur tersebut diyakini berbeda dengan sumur lainnya dikarenakan berada di Kebon Jimat, sebuah tempat yang sangat sakral dan termasuk tempat privasi keluarga Keraton Kanoman.
  • Sumur Bandung
              Sumur bandung berada pada Kebon Jimat Keraton Kanoman, sumur ini terdapat banyak air. Dan sampai sekarang sumur ini masih dipakai untuk mandi, cuci muka. kedalaman nya 2 M.
  • Sumur Penganten
      Sumur yang terletak di Kebon Jimat Keraton Kanoman ini merupakan peninggalan sejak jaman wali songo. Sumur ini dipercaya untuk mempermudah kaum perempuan supaya mendapatkan jodoh dengan mandi disini. Ternyata sumur yang pertama yang berada di keraton ialah sumur Penganten, sumur ini dibuat oleh Pangeran Cakrabuana atau Pangeran Walangsungsang dengan menggunakan tangan. Bentuk dari sumur ini sama dengan sumur pada umumnya, tetapi pada bagian sumur tersebut terdapat hiasan berupa karang, karang ini berasal daru pantai selatan. Air dari sumur Penganten ini kelihatan nya cukup butek tetapi ketika diambil air itu berwarna bening dan bau sumur ini berubah-ubah tergantung orang yang memakai nya kadang berbau wangi dan terkadang juga berbau lumpur. Selain mandi juga biasanya para pengunjung mangambil air nya. Kalo orang yang percaya dengan hal yang mistis seperti di santet, susah dapat jodoh itu dimandikan disumur Penganten ini. Tetapi itu tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Sumur Penganten sendiri merupakan sumur terpendek di Keraton Kanoman, namun uniknya dari sumur Penganten ini tidak pernah mengering meskipun sedang musim kemarau. Dan kedalaman nya hanya 0,5 M atau sedada orang dewasa.

   Masih banyak masyarakat Cirebon yang mempercayai khasiat mandi dengan menggunakan air sumur Penganten. Pada ritual Panjang Jimat di Puncak Maulid Nabi banyak yang mandi di Keraton Kanoman salah satunya sumur yang rami adalah sumur Penganten. Tidak hanya momen Maukid Nabi saja, masyarakat juga banyak yang datang ke Sumur Penganten setiao Jumat Kliwon. Walaupun dipercaya memiliki khasiat dan lainnya, namun meminta tetap kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya kembali kagi kepada kepercayaan masing-masing orang.
 •SumurKejayaan
      Sumur Kejayaan berada di Kebon Jimat Keraton Kanoman. Dipercaya memiliki kekuatan dan khasiat untuk kesuksesan, sumur Kejayaan digunakan untuk orang yang mempunyai hajat seperti pejabat  mau naik pangkat, caleg. Tentunya ini balik lagi pada kepercayaan masing-masing. Sumur Kejayaan mempunyai kedalaman kurang lebih 1 M.
 •SumurWitana
      Sumur yang terletak di Kebon Jimat Keraton Kanoman ini dibangun pada zaman kesultanan di depan bangsal witana. Fungsi dari sumur yaitu untuk mencukupi kebutuhan yang ada di bangunan Witana. Sumur Witana mempunyai kedalaman kurang lebih 1,5 M.
 •SumurLanggar
      Sumur ini mempunyai kedalaman kurang lebih 1 M. Air pada sumur ini sudah di uji laboratorium Jepang dan hasilnya air sumur Langgar tidak membuat benda besi itu berkarat. Dan air ini dikhususkan untuk memandikan benda pusakan
Bila sebelumnya di artikel pertama , saya menuliskan wisata di Masjid Sang Cipta Rasa dan Keraton Kasepuhan. Sekarang saya akan menuliskan keseruan wisata di Keraton Kanoman dan Taman Sari Gua Sunyaragi,
Menyusuri Legenda Keraton Kanoman
Dari Kesultanan Kasepuhan, saya dan seluruh peserta berpindah untuk mengunjungi Keraton  Kanoman dengan naik becak. Jarak antara Keraton kesepuhan dan Kanoman sejatinya tidaklah terlalu jauh. Menurut hitungan saya hanya berjarak 1 Km. Perjalanan naik becak dari Keraton Kesepuhan ke Keraton Kanoman cukup menarik karena melewati keramaian pasar. Suasana pasar tradisional memang magnet buat saya.
Keraton Kanoman berada di belakang pasar Kanoman. Ketika saya melewati pasar ini, begitu banyak pedagang dan pembeli yang sedang bertransaksi . Ini menandakan pasar Kanoman merupakan pasar penting bagi denyut perkonomian masyarakat sekitarnya.

Bila sebelumnya di artikel pertama , saya menuliskan wisata di Masjid Sang Cipta Rasa dan Keraton Kasepuhan. Sekarang saya akan menuliskan keseruan wisata di Keraton Kanoman dan Taman Sari Gua Sunyaragi, yuk disimak guys...Bagi yang belum baca artikel pertama silakkan dibuka disini 
·        Menyusuri Legenda Keraton Kanoman
Dari Kesultanan Kasepuhan, saya dan seluruh peserta berpindah untuk mengunjungi Keraton  Kanoman dengan naik becak. Jarak antara Keraton kesepuhan dan Kanoman sejatinya tidaklah terlalu jauh. Menurut hitungan saya hanya berjarak 1 Km. Perjalanan naik becak dari Keraton Kesepuhan ke Keraton Kanoman cukup menarik karena melewati keramaian pasar. Suasana pasar tradisional memang magnet buat saya. Keren...
Keraton Kanoman berada di belakang pasar Kanoman. Ketika saya melewati pasar ini, begitu banyak pedagang dan pembeli yang sedang bertransaksi . Ini menandakan pasar Kanoman merupakan pasar penting bagi denyut perkonomian masyarakat sekitarnya.
Dalam catatan sejarah Keraton Kanoman merupakan pembagian kekuasaan yang terjadi pada tahun 1666. Saat itu Pangeran Girilaya memiliki tiga orang putra , Pangeran Raja Martawijaya , Pangeran Raja Kartawijaya dan Pangeran Raja Wangsakerta.
Pangeran Raja Martawijaya tetap  memerintah di kesultanan Kesepuhan , sedang Pangerang Raja Kartawijaya memerintah di Kesultanan Kanoman sedang Pangeran Raja Wangsakerja menjadi Panembahan Cirebon dan bertugas di Kesultanan Kasepuhan.
Wujud bangunan Keraton Kanoman memang mirip dengan bentuk kesultanan Banten. Menurut penuturan pemandu wisata di kesultanan Kanoman, Kesultanan Bantenlah yang banyak membantu pembangunan Keraton Kanoman.
Bangunan Kanoman memang tidak seluas bangunan Kasepuhan. Walau begitu , didalam kesultanan Kanoman banyak ditemukan legenda. Yang menarik, begitu masuk keraton Kanoman, saya dan seluruh peserta diizinkan duduk didalam ruangan utama Sultan menerima para tamunya. Sebuah ruangan berukuran besar , disisi depannya terdapat ornamen karang . Dan terdapat simbol tahta kesultanan yang telah kehilangan kekuasaannya. Ruangan ini disebut Jinem.
Dihalaman luar terdapat ruang dengan tempat duduk saling berhadapan, menurut pemandu wisata tempat ini biasa dipakai dewan keraton bersidang. Kami sempatkan berfoto bersama dengan posisi duduk saling berhadapan. Jadi persis para bangsawan sedang bersidang.
Bangunan yang saya temui adalah Tempat lonceng Gajah Mungkur lalu disebelahnya terdapat Langgar Kanoman yang merupakan Musholla Keraton. Dibangunan inilah, tempat sholat para anggota keraton.
Selain itu terdapat pula Paseban Singabrata, tempat jaga para perwira berjaga. Saat ini, tempat ini dipakai sebagai tempat berjaga para petugas keamanan keraton.
Bila diperhatikan secara seksama, keberadaan Keraton Kanoman memang kalah bersinar dengan Keraton Kasepuhan. Saya, mencoba mencari tahu lewat wawancara singkat dengan beberapa pembantu di Keraton Kanoman. Salah satu penyebabnya , Keraton Kasepuhan mendapat dana khusus pemeliharan dan gaji pegawainya. Berbeda , Keraton Kanoman membiayai operasionalnya menggunakan dana mandiri .
Saya dan seluruh peserta berkesempatan mengunjungi  bangunan belakang Keraton  yang terdapat beberapa situs yang dikeramatkan, seperti  batu yang berbentuk kubus yang merupakan cikal bakal berdirinya Cirebon sejak zaman Prabu Siliwangi. Dihalaman belakang Keraton juga terdapat tiga sumur yang masih sering dikunjungi peziarah. Seperti sumur pengasihan, sumur kejayaan dan sumur pengantin.
Sayang keberadaan situs ini terlihat kurang terawat, walaupun menurut para pembantu yang saya temui keadaan halaman belakang saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya
Halaman belakang Keraton Kanoman memang mirip taman yang ditumbuhi pohon pohon besar . Saat saya berkunjung sedang ada restorasi bangunan berbentuk saung yang menurut penuturan pemandu wisata merupakan tempat 'khusus'.
Oh ya, secara tak sengaja saya bertemu dengan Ratu Raniry, gadis kecil nan cantik yang masih keturunan Keluarga Keraton  Kanoman. Kelak bila sudah besar , Ratu Raniry akan menjadi gadis cantik yang mempesona. Atau mungkin, Ratu Ranirylah yang akan meneruskan trah Kesultanan dimasa datang. Siapa tahu... namun paling tidak saya pernah bertemu dengan salah satu penerus Kesultanan Kanoman.
Sumber:

Mengintip Tradisi Siraman Gong "Sebelum Acara Maulid Nabi" di Keraton Kanoman


Sekali dalam setahun, gamelan sekati yang tersimpan di Gedong Pejimatan Keraton Kanoman, Cirebon, dicuci dan dimainkan. Pencucian gamelan yang dilanjutkan dengan memainkannya selama lima hari ke depan itu merupakan salah satu rangkaian ritual Mauludan di Cirebon. Gamelan dan gong sekati dicuci di Langgar Keraton pada Senin (22/2/2010) pukul 09.15. Sebelum dicuci, perangkat gamelan itu lebih dulu diarak dari Gedong Pejimatan menuju Langgar Keraton, kemudian doa bersama dipanjatkan. Doa diikuti Pangeran Kumisi, Pangeran Patih, imam langgar, dan abdi dalem keraton. Satu per satu perangkat gamelan, mulai dari dua pasang gong, dicuci dengan air yang diambil dari sumur Langgar keraton. Karena usia gamelan sudah mencapai 400 tahun, ada sepasang gong yang tidak utuh lagi bentuknya. Setelah gong, perangkat gamelan berikutnya yang dicuci adalah kenong, bonang, dan saron.


Rangkaian tradisi dan ritual menjelang puncak Maulid Nabi Muhammad SAW terus digelar. Salah satunya dengan mencuci alat musik tradisional Gong Sekati Keraton Kanoman Cirebon.
Gong Sekati tersebut akan ditabuh seminggu sebelum memasuki puncak Maulid Nabi yang biasa dikenal dengan upacara Panjang Jimat. Gong sekati dicuci untuk ditabuh mengiringi tradisi Gamelan Sekaten.
"Setelah dicuci malamnya ditabuh terus tiap hari sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan sampai puncak acara Panjang Jimat di Keraton Kanoman," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina, Rabu (6/11/2019).
Diketahui, Gong Sekati ini sudah berusia sekitar 740 tahun, tetapi masih bisa ditabuh. Padahal, sebagian besar kondisi gong sudah rapuh.
Ratu Arimbi menjelaskan, Keraton Kanoman memiliki perlakuan khusus dalam merawat Gong Sekati peninggalan Sunan Gunung Jati. Prosesi ritual pencucian seluruh alat musik gamelan itu menggunakan bahan alami.
"Dicuci setahun sekali sebelum dicuci ada ritual membaca doa dulu saat dicuci juga dibacakan doa berharap agar saat tradisi gamelan sekaten berlangsung tidak ada kendala seperti suara gong jadi fals dan sebagainya," ujar dia.
Para nayaga atau pemain Gong Sekati Kanoman Cirebon saling bergantian membawa alat musik tabuh mereka untuk dicuci. Setelah dicuci, mereka pun menaburkan tanah merah atau bata merah yang sudah ditumbuk halus di atas alat musik tradisional itu.
Tumbukan bata merah tersebut kemudian dioleskan ke seluruh badan alat musik menggunakan serabut kelapa. Ratu Arimbi menyebutkan, selain menggunaan air doa, pencucian Gong Sekati menggunakan air kelapa hijau yang sudah di fermentasi.
"Ini salah satu cara kami membersihkan benda peninggalan nenek moyang khusus Gong Sekati Kanoman Cirebon agar ketika ditabuh terdengar syahdu," ujar dia.
Tak sedikit warga Cirebon yang menyaksikan pencucian gong sekaten di Keraton Kanoman Cirebon. Aksi saling dorong demi air bekas ritual pun tak terhindarkan.

Awalnya, prosesi ritual pencucian gong sekaten itu dilakukan di langgar Keraton Kanoman Cirebon. Usai dicuci dan digosok menggunakan serabut kepala dan abu batu bata merah, gamelan pusaka dibawa ke Bangsal Sekaten Keraton Kanoman Cirebon.

Namun, saat gamelan baru saja hendak dibawa dan keluar dari langgar keraton. Warga yang saat itu menyaksikan langsung menyebur kolam dan sejumlah ember yang digunakan untuk mencuci gamelan. Mereka sudah membawa botol kemasan, jerigen dan lainnya. Aksi saling dorong pun terjadi.

Warga yang antusias berebut air cucian jimat (Sudirman Wamad/detikcom)
Warga mempercayai air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki berkah. Sehingga mereka rela saling dorong demi mendapatkan air tersebut.

Reina, salah seorang warga Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengaku rutin mengikuti ritual pencucian gamelan sekaten. Reina rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan air bekas pencucian gamelan.

"Dari pagi. (Airnya) buat mandi, buat anak-anak saya, supaya sehat dan waras," katanya.

Airnya dipercaya berkhasiat (Sudirman Wamad/detikcom)
Ia mengatakan air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki berkah sendiri. "Sudah sering. Itu kan bekas cucian jimat, airnya bisa buat mandi," katanya.

Terpisah, Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan masyarakat meyakini air tersebut membawa berkah. Sebab, air yang digunakan untuk pencucian gamelan pusaka itu terlebih dahulu dibacakan selawatan dan doa.

"Ya melalui media air. Karena air itu dipuji-pujikan dulu. Mereka berharap mendapat berkah, biasanya digunakan untuk pertanian, kesehatan dan lainnya," kata Arimbi.
Jelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Keraton Kanoman Cirebon menggelar tradisi cuci Gong Sekati atau Gong Sekaten, Rabu (6/11).
Puluhan gamelan peninggalan jaman Walisongo pada masa syiar Islam yang ada di Keraton Kanoman dicuci dengan air kembang dan abu gosok oleh abdi dalem Keraton sebelum dimainkan pada malam hari.
Bukan menyaksikan, ratusan warga atau pengunjung Keraton berebut air bekas cucian alat musik tradisional itu. Masyarakat berharap berkah dari air bekas cucian tersebut.
Para abdi dalem yang ditugaskan untuk mencuci dengan sangat hati-hati saat membersihkan gamelan-gamelan tersebut, terlebih ada gong yang kondisinya sudah rusak ikut dibersihkan.

Gong dan gamelan ini dicuci selama setahun sekali menjela g peringatan puncak Maulud Nabi Muhammad SAW.
“Datang ke keraton dari jam 9 pagi. Ia tadi saya ikut rebutan air. Katanya sih airnya membawa berkah kalau dipakai mandi dan minum,” ujar Dian asal Kampung Kalijaga, Kota Cirebon
Sementara itu, Ratu Raja Arimbi selaku juru bicara Keraton Kanoman Cirebon mengatakan, kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan jelang puncak peringati Maulid Nabi.
“Ini pencucian Gong Sekati yang merupakan alat musik atau alat tabuh untuk mengiringi gamelan Sekaten. Dimana gamelan Sekaten ini digunakan pada masa lalu untuk syiar Islam,” katanya.
Cirebon (ANTARA) - Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat pada setiap 9 Maulud atau Rabiulawal melakukan ritual "Nyiram gong sekati" sebagai upaya untuk merawat tradisi para leluhur.

"Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina di Cirebon, Rabu.

Ia menuturkan "Nyiram gong sekati" dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

"Gong sekati" yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.

Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan "Gamelan Sekaten" yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat.

"Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon," ujarnya.

  

Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala.

Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan.

"'Gamelan Sekaten' dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan," katanya.





Sumber: 



Sejarah di balik Kesenian Bedhaya Rimbe Tarian Asal Keraton Kanoman Cirebon




·        Istilah Bedhaya Rimbe
Bedhaya Rimbe merupakan sebuah tarian resmi kenegaraan dari kesultanan Kanoman di Cirebon yang penuh dengan filosofi dakwah Islam serta mengadopsi beberapa bagian dari persfektif Sunda dalam gerakannya.  Tari Bedaya Rimbe merupakan salah satu bentuk tarian yang disusun oleh Sultan Kanoman VIII Pangeran Raja Adipati (PRA) Dzoelkarnaen.  Tarian Bedaya Rimbe termasuk tarian sakral bagi kesultanan Kanoman karena ketatnya aturan penyajian dan tata caranya termasuk bagi penarinya.
Pada tahun 1960an dari keterangan Pangeran Yusuf Dendabrata, tari Bedaya Rimbe pernah dipentaskan di Pura (istana) Mangkunegara, Banjar sari, Surakarta dimana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VIII Hamidjojo Saroso memberikan jam tangan berlapis emas kepada para penarinya setelah pementasan selesai.  Pada tahun 1967 Sultan Kanoman ke sepuluh, Pangeran Raja Adipati (PRA) Muhammad Nurus mempersembahkan tari Bedaya Rimbe kepada para tamu dari Prancis, penari yang membawakannya adalah mimi (bahasa Indonesia: Ibu) Ratu Nuraeni dan Ratu Yohana
Filosofi dasar dari tarian Bedaya Rimbe adalah nilai tradisi lama (termasuk Sunda) yang dibalut dengan sudut pandang keislaman, enam penari melambangkan rukum iman dalam ajaran Islam yaitu percaya kepada Allah swt, kepada malaikat, kepada kitab-kitab Allah swt, kepada rasul-rasulnya, kepada hari kiamat dan kepada qada serta qadar. Lilin dan cahaya yang dibawa oleh para penarinya merupakan manifestasi dari simbol rukun iman sebagai penerang manusia dalam menjalani kehidupannya mencari ridho Allah swt.
·        Tarian Bedhaya Rimbe
Sementara budaya sunda (sunda wiwitan) diwakilkan dalam fase tarian yang berjumlah tiga fase, bilangan bilangan seperti 3, 6, 12 dan seterusnya erat kaitannya dengan filosofi Tri Tangtu dalam masyarakat Sunda bahwa ketika manusia mengarungi hidupnya dimasyarakat dia tidak hanya menyandarkan pada dirinya sendiri, namun juga pada orang lain dan Gusti yang kuasa, yang dalam Bedaya Rimbe implemetasinya ditujukan pada mengikuti ajaran Allah swt (tuhan semesta alam)
Revitalisasi tari Bedaya Rimbe dilakukan karena sudah tuanya para penari Bedaya Rimbe sehingga jarang ditampilkan lagi, bahkan pihak kesultanan Kanoman sudah mulai tidak mengingat gerakannya. Revitalisasi Bedaya Rimbe mencapai puncaknya ketika tarian ini akhirnya kembali ditampilkan kepada masyarakat pada tahun 2006
Ketatnya berbagai aturan yang diberlakukan baik untuk para penari maupun dalam tata cara penyajiannya, jelas menyiratkan kandungan filosofis yang bernilai ritual dan sarat akan makna simbolik aristokrasi. Sebagai satu artefak, maka rimbe memiliki nilai arkaik dan artistik yang tinggi sebagai seni klasik istana dan juga bernilai historik.Persoalan bedaya rimbe yang tetap misteri selama lebih dari 30 tahunan, keterangan yang ada selama ini hanya merupakan serpihan catatan pendek dari beberapa peneliti terdahulu
Tarian ini terakhir kali dipergelarkan sekitar 1967, ketika Sultan Kanoman waktu itu kedatangan tamu negara dari Prancis yang salah seorang penarinya adalah ibu Ratu Nuraeni dan kakak kandungnya, ibu Ratu Yohana (almh). Bahkan, menurut P.H. Yusup Dendabrata (alm) bahwa tari bedaya Rimbe pernah dipentaskan di Kraton Mangkunegaran awal 1960-an dan saat itu rombongan dari Cirebon setelah selesai pentas, diberi cendera mata berupa jam tangan berlapis emas dari Sultan Mangkunegaran.
·        Filosofis Bedhaya Rimbe
Sementara itu, apabila menelisik secara keseluruhan mengenai bentuk struktur penyajian bedaya rimbe, maka akan terlihat beberapa aspek yang tampak memancarkan aura yang tidak sekadar percikan nilai-nilai artistik semata tetapi lebih jauh memiliki kedalaman makna filosofis. Beberapa aspek yang dimaksud, antara lain jumlah penari yang enam disebutkan merupakan manifestasi dari jumlah rukun iman dalam ajaran agama Islam. Munculnya cahaya dari lilin yang dibawa oleh keenam penarinya merupakan nilai dari setiap rukun yang menjadi cahaya penerang bagi manusia, dalam menjalani kehidupannya baik dalam mencari rida Allah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula dengan jumlah tiga fase dalam struktur garap penyajian tarinya, sangat simbolik.
Khususnya mengenai struktur penyajian rimbe yang terbagi dalam tiga bagian, terlihat adanya upaya manifestasi nilai-nilai budaya dari masa/periode zaman Sunda lama/wiwitan. Sumardjo berpendapat bahwa angka 3 dan 6 dalam kosmologi masyarakat Sunda lama yang menganut tata nilai berazaskan Tri Tangtu memiliki arti yang penting dan spesifik. Kalau di Jawa dikenal bilangan penting seperti 4, 8, 16, 32, dan seterusnya, maka dalam masyarakat Sunda bilangan penting berupa 3, 6, 12, 24, dan seterusnya.

Jika demikian adanya, maka kita bisa membaca kosmologi masyarakat Sunda yang lebih dalam dan komprehensif lewat potret bedaya rimbe. Wacana ini semakin menarik dalam upaya membuka cakrawala pandang masyarakat Jawa Barat (Cirebon, Priangan, dan lainnya) bahwa Jawa Barat adalah Sunda, dan Sunda itu adalah kita, seluruh warga masyarakat Jawa Barat dalam pengertian yang utuh.
          
          Bedaya rimbe adalah satu bentuk reportoar tari kelompok yang tumbuh dan berkembang di Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat. Repertoar tari ini bersumber pada cerita “Menak Jayenggrana” yang dalam penampilannya ditarikan oleh enam orang penari putri. Bedaya ini biasanya dipersembahkan dalam setiap upacara kenegaraan Keraton Kanoman pada masa lalu.

Tarian Bedaya Rimbe digelar di Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat. Penampilan tari yang jarang digelar ini disambut baik oleh Raja, Sultan, dan tamu yang hadir. Mereka kagum dengan tarian yang sakral ini, apalagi di iringi oleh gamelan khas keraton Kanoman Cirebon. Ketatnya aturan yang diberlakukan baik untuk para penari maupun dalam tata cara penyajiannya, jelas menyiratkan kandungan filosofis yang bernilai ritual dan sarat akan makna simbolik aristokrasi. Sebagai satu artefak, maka rimbe memiliki nilai-nilai arkaik dan artistik yang tinggi sebagai seni klasik istana dan juga bernilai historik.
Ketatnya aturan yang diberlakukan baik untuk para penari maupun dalam tata cara penyajiannya, jelas menyiratkan kandungan filosofis yang bernilai ritual dan sarat akan makna simbolik aristokrasi.

·        Misteri-misteri Bedhaya Rimbe

            Persoalan bedaya rimbe yang tetap menjadi misteri selama lebih dari 30 tahunan, cukup menarik perhatian banyak peneliti, Keterangan yang ada selama ini hanya merupakan serpihan catatan pendek dari beberapa peneliti terdahulu, seperti dari Dr. Budding (seorang Belanda) 1842, Prof. Dr. R.M. Soedarsono (1972), Theresia Hastuti (1991), dan R.A Nungki Kusumastuti (1980-an), mulai tampak titik terang ketika penulis bertemu dengan P.A. Djoni Arkaningrat (Ngabei Karawitan) di Keraton Kanoman 2000 yang lalu, ketika penulis melakukan penelitian untuk keperluan tugas akhir program S-2 (tesis; Tayub Cirebonan) di Pascasarjana UGM Yogyakarta.R.
        Sementara itu, apabila menelisik secara keseluruhan mengenai bentuk struktur penyajian bedaya rimbe, terlihat ada beberapa aspek yang tampak memancarkan aura. Tidak sekadar percikan nilai-nilai artistik semata tetapi lebih jauh memiliki kedalaman makna filosofis. Beberapa aspek yang dimaksud, antara lain jumlah penari yang enam disebutkan merupakan manifestasi dari jumlah rukun iman dalam ajaran agama Islam. Munculnya cahaya dari lilin yang dibawa oleh ke enam penarinya, merupakan nilai dari setiap rukun yang menjadi cahaya penerang bagi manusia dalam menjalani kehidupan, baik dalam mencari ridha Allah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula dengan jumlah tiga fase dalam struktur garap penyajian tarinya, terlihat sarat dengan simbolik.

Sumber:
3.            https://id.wikipedia.org/wiki/Bedaya_Rimbe

Minggu, 19 Januari 2020

Singa Barong Dan Paksi Naga Liman Merupakan Kereta Kencana Terbaik di Dunia


Singa Barong Dan Paksi Naga Liman Merupakan Kereta Kencana Terbaik di Dunia

Di antara ribuan koleksi benda bersejarah di dalam bangunan yang baru diresmikan18 September 2017 oleh Presiden RI Joko Widodo itu, Kereta Kencana Singa Barong dsan Paksi Naga Liman, menjadi benda peninggalan sejarah yang paling menarik perhatian.

Sebab, selain unik, kereta berusia 469 tahun itu juga dianggap sebagai kereta terbaik di dunia pada masanya. Keunikan tersebut dapat dilihat dari sisi tampilan hingga pemanfaatan teknologi yang mumpuni.
Iman Sugiman, Wakil Kepala Bagian Informasi Kompleks Keraton Kasepuhan, mengungkapkan, Kereta Singa Barong memiliki tampilan sarat makna.
Di bagian depan, kereta Singa Barong berbentuk belalai gajah menyimbolkan kedekatan Keraton Kasepuhan dengan negara India yang mayoritas warganya memeluk agama Hindu.
Kepala naga sebagai wujud persahabatan dengan negara China yang menganut agama Budha. Sayap Buraq yang menandakan persahabatan dengan negara Mesir dan Timur Tengah yang beragama Islam.
“Pada tahun 1991 seorang peneliti Belanda menyatakan bahwa kereta Singa Barong merupakan kereta kencana terbaik di dunia. Karena memiliki perbedaan dengan kereta kencana lain yang dimiliki kerajaan-kerajaan yang berada di daratan Eropa seperti Inggris sekalipun,” ujarnya kepada Radar, Sabtu (8/12) kemarin.
Para peneliti itu pula lah yang merenovasi dan memperbaiki kereta kencana tersebut. Mereka menyataan bahwa selama perjalanan melihat kereta-kreta kencana di dunia kereta singa barong Cirebon ini lah yang membuat mereka terpesona.
Selain pada bentuk, keunggulan kereta kencana yang dibuat oleh Pangeran Losari atau Pengeran Angka Wijaya pada 1549 itu, juga terletak pada penggunaan teknologi suspensi atau shockbraker.
Di mana bodi tidak tersambung langsung dengan kerangka penopang, melainkan digantung menggunakan tali kokoh berbahan kulit sapi, baik di bagian depan dan belakang.
Kulit sapi 5 lapis itu berfungsi sebagai penstabil saat kereta digunakan di jalan yang kurang baik.
“Sehingga walaupun jalan berlubang, tetap nyaman. Kalau istilah sekarangnya shockbraker-nya lah,” imbuhnya.
Ukuran roda juga dibuat tidak sama. Dua roda depan berukuran kecil, sedangkan dua roda lainnya di belakang berukuran besar. Kegunaannya, roda kecil di depan untuk memudahkan kereta saat berbelok hingga mampu berbelok 90 derajat.
Sedangkan ukuran roda belakang yang besar untuk menopang beban pengawal yang berdiri di bagian belakang kereta.
“Dan bentuk jari-jarinya itu dibuat tidak seperti kereta-kereta lain. Roda belakang berbentuk cekung ke dalam. Berfungsi untuk membuang tanah atau kotoran yang menempel saat kereta digunakan ketika musim hujan dan jalanan yang becek. Kotoran itu akan terbuang keluar, dan tidak masuk kebagian dalam,” jelasnya.
Di sisi kanan kiri kereta juga terdapat ukiran berbentuk batu karang yang terlihat menyala ketika terkena sinar matahari. Itu tidak terlepas dari efek serbuk intan yang ditaburkan di atas ornamen tersebut.
“Serbuk intan itu sebagai metaliknya kalau sekarang. Dan apabila dijalankan kedua sayap bisa bergerak seperti terbang. Sedangkan lidah itu bisa keluar masuk menjulur-julur. Itu yang membuat peneliti dari Belanda takjub dan hanya geleng-geleng kepala,” katanya bangga.
Selain untuk keperluan perjalanan pemimpin keraton, kereta Singa Barong juga digunakan untu upacara-upacara kebesaran. Saat itu lah, kereta ditarik dengan menggunakan tenaga empat ekor kerbau bule.
Terakhir kali, kereta tersebut digunakan pada tahun 1942. Ketika berakhirnya masa kepemimpinan Pangeran Radja Aluda Tajul Arifin atau Sultan Sepuh XI (1899-1942).
“Itu akhir penggunaan kereta ini, dan sekarang ini kalau ada festival-festival keraton acara keraton atau hari jadi Kota Cirebon, yang digunakan adalah duplikatnya,” tambahnya.
Saat ini, kereta kencana yang berbahan dasar kayu laban tersebut masih terjaga dan diletakkan di dalam kotak kaca seukuran kereta tersebut.  Hal ini juga untuk menjasa kualitas kayu yang hingga kini masih kokoh meski telah berusia hampir 500 tahun.
“Kalau duplikatnya yang berada di bagian belakang museum menggunakan kayu jati, karena kayu laban sekarang sudah langka,” tuturnya.
Kereta duplikat itu dibuat pada tahun 1996, untuk diikutsertakan pasa Festival Keraton Nusantara ke-2 pada tahun 1997 yang digelar di Kota Cirebon.
Selain kereta Singa Barong, ribuan benda antik lainnya juga tertata rapih di museum yang baru diresmikan pada 18 September 2017 oleh Presiden Joko Widodo.
Di antaranya, koleksi senjata seperti keris, pedang dan tombak, gamelan, pakaian, peralatan rumah tangga yang berusia ratusan tahun.
Sementara itu, terdapat pula petilasan, sumur kejayaan, dan tombak cis milik Sunan Gunung Jati yang digunakan untuk khotbah Jumat, serta jubah Sunan Gunung Jati yang sampai sekarang masih disimpan di ruangan khusus. Ruangan tersebut dibuka pada hari minggu pada pukul 9.00 hingga pukul 16.00 sore.
“Di Masjid Agung Sang Cipta Rasa ada tombak cis juga yang masih dipakai khotbah sampai sekarang. Sebagian masyarakat percaya jika air cis atau air celupan tombak cis dapat membantu orang yang kesulitan saat sakaratul maut, dengan persetujuan keluarga dan dengan izin Allah memudahkan proses sakaratul maut,” katanya.
Diceritakannya, sebelum adanya museum tersebut, museum awalnya di Keraton Kasepuhan terdapat dua museum, yaitu museum kereta Singa Barong dan museum benda-benda kuno. Kedua museum terpisah. Di depan keraton sebelah timur Singa Barong dan sisi barat untuk benda kuno.
“Pada 2016 dibuatlah museum pusaka, yang tadinya terbagi jadi dua sekarang ada satu. Dan sekarang lebih layak jadi museum. Istilahnya sudah bagus lah ya, ber-AC, CCTV dan pengaman lainya. Dari koleksi yang ada dari dua tempat kemudian sebagian yang ada di museum tertutup yang tadinya nggak bisa dilihat untuk umum,” jelasnya.
Meski begitu, koleksi museum belum sepenuhnya mencakup seluruh koleksi benda kuno keratin. Sebab beberapa koleksi lain masih tersimpan dan hanya boleh dilihat oleh kerabat Keraton Kasepuhan.
Menurut catatan pengelola, setiap bulan 13,000 pengunjung domestik dan asing sekitar 200an. Meningkat jadi 25.000 pengunjung ketika muludan.
“Jumlah itu akan penurunan pada saat bulan puasa. Penurunan bisa sampai 50 persen. Kalau turis asing kebanyakan dari Belanda, karena punya nostalgia dengan Indonesia. Setelah itu Malaysia dan Jepang,” tandasnya.
Kereta Singa Barong merupakan kereta kencana milik kerajaan yang kini tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Berdasarkan buku bertajuk Paguyuban Seni dan Budaya Wijaya Kusuma Keraton Kasepuhan Cirebon, kereta itu didesain berdasarkan penglihatan adik Sultan Cirebon II, Pangeran Losari.

Saat itu, ia melihat sesosok makhluk terbang melintasi angkasa dengan sepasang sayap yang indah. Makhluk tersebut berbadan singa, berkepala naga dengan belalai menyerupai gajah yang menggenggam sebilah trisula. Itulah sosok makhluk prabangsa (purba).

Desain itu kemudian diwujudkan oleh arsitek Ki Natagana atau Ki Gede Kaliwulu dalam bentuk Kereta Singa Barong pada tahun Jawa 1571 Saka (1649 Masehi) dengan sengkalan (kode) tahun Saka: Iku Pandhita Buta Rupane (Itu Pendeta Raksasa Wujudnya).

Kereta itu disebut-sebut memiliki teknologi cukup canggih pada masanya, bahkan ada yang terpakai hingga kini. Kereta Singa Barong memiliki warna yang sempurna karena dilapisi serbuk intan emas yang merupakan cikal bakal di teknologi modern dinamakan metalik.

Kereta tersebut juga memiliki suspensi sempurna yang dapat meredam guncangan kereta saat melalui jalanan berbatu atau rusak. Sistem power steering persis seperti mobil saat ini, sehingga membuat kendaraan nyaman saat digunakan. Didukung dengan desain roda yang diciptakan sesuai dengan suspensi yang dimiliki kereta, kereta dapat bergerak secara stabil.

Roda kereta didesain untuk menghadapi kondisi jalan becek, sehingga posisi roda dibuat menonjol dari jari-jarinya agar terhindar dari cipratan air saat melaju. Kereta ini memiliki kemudi yang menggunakan sistem hidrolik, sehingga mudah dikemudikan oleh sais.

Kedua sayap yang dimiliki oleh kereta ini dapat bergerak, seperti kepakan saat kereta berjalan. Pada masa kesultanan dulu, Singa Barong dijadikan kendaraan dinas Sultan untuk berkunjung ke wilayah pemerintahannya hingga ke pelosok daerah.
Kereta ini ditarik oleh empat ekor kerbau bule, yang diyakini memiliki kekuatan lebih dibanding jenis kerbau biasanya. Saat ini, kereta Singa Barong sudah tidak lagi digunakan dan disimpan di dalam Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon.