adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman. Dulu, kereta ini digunakan raja Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran. Selain itu, kereta ini juga digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman. Kereta tersebut diperkirakan dibuat tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930, kereta ini tidak digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.
merupakan tema yang diangkat dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) ke XI tahun 2017 di Cirebon. Kereta milik Kasultanan Kanoman Cirebon ini menjadi kebanggaan masyarakat Cirebon.Selain peninggalan kerajaan, kereta ini memiliki nilai historis yang tak kalah penting. Patih Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Moch Qodiran mengatakan, kereta pusaka paksi Naga Liman merupakan kendaraan utama Kerajaan Singhapura (1042-1440 M/936-1367 saka) hingga masa kesultanan Cirebon."Kereta kencana ini mengambil inspirasi dari kendaraan perang Bhatara Indra," kata Patih Qodiran, Senin, 18 September 2017.Kereta ini diyakini telah ada sejak masa pangeran Cakra Bhuana berdasarkan naskah tertulis pada Candra Sangkala (1428 M/1350 saka). Kereta tersebut digunakan untuk menyerang Kerajaan Galuh Gunung Jati dan menjadi kereta kebesaran Kerajaan Cirebon."Diteruskan hingga saat ini oleh panembahan Cirebon hingga sultan Kanoman," kata Patih Qodiran. Dalam pemeliharaannya, Paksi Naga Liman sempat mengalami perbaikan oleh pangeran Losari yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati. Dia menjelaskan, Paksi Naga Liman merupakan karya seni yang dipadukan dengan konsep kendaraan masa lalu, tetapi berhasil menginspirasi karya-karya futuristik, megah, dan memiliki nilai estetika yang tinggi.Di balik kemegahannya, lanjut Patih Qodiran, tersimpan pesan yang sarat makna pada sosok Paksi Naga Liman. Paksi yang merupakan burung dengan badan bersayap adalah penanda simbol negeri Timur Tengah dan unsur Islam yang diturunkan di Timur Tengah.Sementara naga berbentuk kepala bermahkota hewan naga merupakan wujud penguasa Caruban yang dinamakan Mang. "Sosok Mang juga telah mafhum (paham) sebagai simbolisasi atas negeri Tiongkok dan kandungan anasir (pemahaman) Buddha," jelas dia.
Liman (belalai) adalah bagian dari gajah yang merupakan simbol Ganesha sebagai putra Dewa Syiwa dari negeri India. Simbol ini menggambarkan unsur agama Hindu.Patih Qodiran menambahkan Paksi Naga Liman adalah simbol Cirebon sebagai negeri tempat terjadinya asimilasi dan pluralisasi dari tiga kebudayaan, serta menempatkan Cirebon pada puncak keunggulan peradaban pada masanya."Bahkan berkembang penafsiran atas makna Paksi Naga Liman yang mengisyaratkan kejayaan kedaulatan, burung penjaga kedaulatan di udara atau Jaya Dirgantara Naga penjaga kedaulatan laut atau Jaya Bahari dan Gajah penjaga kedaulatan di darat atau Jaya Bhumi," kata dia. Selain dijadikan tema dalam FK Sebuah pertunjukan Musik dan Tari bertajuk Gending Paksi Naga Liman ini memadukan laras pentatonik, diatonik, pelog dan slendro, serta degung."Dengan sisipan musik khas China, Arab, dan India, sehingga menjadi pertunjukan yang unik, prigel (rajin), dan nyaman dipandang," ujar dia.
Ketika Dedi Mulyadi Diarak Naik Kereta Kencana Paksi Naga Liman
Kedatangan Calon Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi di Pondok Pesantren Raja’ul ‘Ulum Hidayah al Isma’iliyah, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, sangat ditunggu-tunggu. Bahkan dalam acara Isra’ Mi’raj tersebut, Dedi diminta para kiai pesantren Kabupaten Cirebon untuk naik Kereta Paksi Naga Liman.
Kereta kencana tersebut sarat dengan nilai sejarah, memiliki bentuk berupa gabungan tiga hewan yakni paksi (burung garuda), naga (ular naga) dan liman (gajah). Pada bagian liman, terdapat trisula yang melilit dengan gaya siap menyerang. Trisula tersebut merupakan lambang 'Iman, Islam dan Ihsan' dalam Agama Islam. Syaikh Datuk Kahfi dan Sunan Gunung Jati berada di garda terdepan penyebaran Islam di daerah tersebut.
Dedi mengatakan, kereta ini hanya replika dan memiliki sejarah panjang bagi Cirebon, aslinya sudah uzur dimakan usia dan diletakkan di keraton.
Kehadirannya sebagai salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama rupanya sudah direncanakan jauh hari oleh keluarga pesantren. Jalinan silaturahmi yang sudah lama tersambung menjadikan Dedi akrab dengan putera bungsu Kiai Muhammad, Gus Zydni. Bocah berusia 6 tahun tersebut ternyata hanya mau dikhitan jika Dedi hadir mendampinginya dalam arak-arakan. Beberapa minggu lalu, Dedi berjanji hadir untuk memenuhi permintaan tersebut. “Ya, hadir di sini atas permintaan anak bungsu Pak Kiai, mau disunat kalau saya temani arak-arakan katanya,”ujarnya, Senin (2/4/2018).
Dedi memiliki pandangan strategis atas peristiwa kultural yang baru saja ia alami. Baginya, arak-arakan pengantin sunat maupun Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di Cirebon dapat menjadi wisata budaya andalan.
Berbagai langkah diakuinya sudah disiapkan untuk hal tersebut, di antaranya dengan cara merawat berbagai produk budaya agar tetap lestari. Selain itu, manajemen kekinian harus disiapkan agar wisata budaya mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar.
“Ini salah satu produk kebudayaan yang harus lestari. Ke depan, Kereta Paksi Naga Liman harus ada replika baru, agar kereta asli tetap terjaga. Momentum seperti ini harus terkelola sebagai wisata budaya agar masyarakat sekitar mendapatkan manfaat,” ungkapnya
Pengasuh pondok pesantren, Kiai Asep menuturkan, kereta milik Sunan Gunung Jati tersebut dikeluarkan saat Peringatan Hari Besar Islam (PHBI). Selain itu, peringatan khusus yang digelar oleh Keraton Cirebon juga mengharuskan arak-arakan yang diikuti kereta tersebut.
Seizin kiai pesantren, Dedi Mulyadi bersama Gus Zydni, putera Kiai Muhammad yang baru saja dikhitan menaiki Kereta Paksi Naga Liman. Mereka berdua diarak berkeliling dan mengundang perhatian warga sekitar.
Batik Kereta Paksi Naga Liman yang Memuat Berbagai Elemen Budaya Indonesia, Arab, China dan Eropa Menarik Perhatian Pemerhati Seni Tekstil di Inggris
Masyarakat Inggris khususnya yang tinggal di London merasa beruntung karena dapat melihat secara langsung beragam corak seni tekstil yang begitu indah dari Indonesia. Berbagai produk seni tekstil batik, tenun ikat dan songket dari berbagai daerah di Indonesia dipamerkan pada tanggal 20-21 April 2018, bertempat di KBRI London. Pameran yang bertemakan “Nusawastra Silang Budaya: Indonesian Textiles at the Crossroads of Culture” dibuka secara resmi oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Inggris, merangkap Irlandia dan International Maritime Organization (IMO), yang berkedudukan di London, Dr. Rizal Sukma. Tidak kurang dari 50 orang menghadiri saat pembukaan pameran.
Dalam sambutannya, Dubes Rizal Sukma menyatakan rasa bangga dan menyampaikan apresiasi kepada Quoriena Ginting dan timnya yang telah bersedia memamerkan koleksi pribadinya kepada para pecinta seni tekstil di Inggris. Dubes Rizal Sukma juga menegaskan bahwa seni tekstil batik, tenun ikat dan songket disamping memiliki nilai seni yang sangat tinggi, juga memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Lebih jauh, Dubes Rizal Sukma memandang kekayaan budaya Indonesia sebagai medium diplomasi yang efektif melalui jalur people-to-people.
Sementara Quoriena Ginting menyatakan terima kasih kepada KBRI London yang telah bersedia memfasilitasi pameran seni tekstil koleksinya. Quoriena menjelaskan bahwa selama 2 hari publik Inggris dapat melihat seni tekstil batik, tenun ikat dan songket dari Indonesia yang sangat menarik, diantaranya ada seni tekstil yang sangat langka karena sudah berusia ratusan tahun dan ada juga seni tekstil yang membutuhkan proses pembuatan sampai 5 tahun. Quoriena menekankan pentingnya menjaga dan merawat warisan budaya bangsa Indonesia sebagai pembelajaran untuk generasi di masa datang. Ditambahkan bahwa melalui pameran ini, publik Inggris dapat mengetahui dan memahami sejarah dan berbagai tradisi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari waktu yang lampau sampai masa sekarang.
Salah satu seni tekstil yang banyak menarik perhatian pengunjung adalah kain batik yang diberi nama “Kereta Paksi Naga Liman” dari Cirebon. Motifnya yang berasal dari Keraton Kanoman memperlihatkan berbagai pengaruh budaya dari luar Cirebon. Disamping motif mega mendung yang merupakan corak khas Cirebon, nampak juga pengaruh budaya Islam (Arab), Hindu (India) dan Tiongkok yang digambarkan dalam kereta kencana yang ditarik oleh binatang mistik Paksi Naga Liman. Sementara elemen budaya Eropa nampak begitu jelas dalam penggambaran burung dengan sayap yang tampak sebagai emblem.
Publik Inggris yang tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai seni tekstil Indonesia dapat mengunjungi pameran yang berlangsung pada tanggal 20-21 April 2018 di KBRI London. Para pengunjung juga memiliki kesempatan untuk mencoba secara langsung salah satu bagian penting dalam proses membatik yakni mendesain kain dengan canting dengan medium malam yang dipanaskan melalui kompor portable. Disela-sela pameran, juga diadakan diskusi secara instensif bersama kurator dan seniman tekstil Eddy Soetriyono, pembatik Siti Maimona dan Adita Wasaina Ningsih serta Dr Lesley Pullen, ahli sejarah seni tekstil dari Inggris yang sangat memahami seni tekstil dari arca-arca kuno Jawa.
Dok. KBRI London
Tidak ada komentar:
Posting Komentar