Sejarah Batik di Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi atau pertukaran budaya serta tradisi religius. Itu terjadi sejak Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon pada abad ke-16.
Menurut para budayawan, sejarah Batik Cirebon berawal ketika Pelabuhan Muara Jati (kini disebut Cirebon) dijadikan tempat persinggahan para pedagang asing seperti dari Tiongkok, Arab, Persia dan India. Masuknya para pedagang asing ini kemudian menciptakan asimilasi dan akulturasi beragam budaya dan menghasilkan banyak tradisi baru seperti batik Cirebon.
Motif batik paksi naga liman. Sama dengan mega mendung karena batik ini juga masih dipengaruhi oleh budaya China. yang membedakannya adalah motif paksi naga liman juga memperoleh pengaruh yang cukup kuat dari budaya Islam dan India. Hal itu terbukti dari corak motif yang menggambarkan peperangan antara kebaikan melawan kejahatan dalam mencapai kemakmuran
Warna-warna Batik Cirebon klasik umumnya didominasi warna kuning, hitam dengan warna dasar krem. Dan sebagian lagi berwarna merah tua, biru, hitam dengan warna dasar kain krem atau gading.
Batik Keraton Cirebon Motif Paksi Naga Liman
Keraton Kanoman, Cirebon. Diperkirakan kereta kencana ini dibuat pada tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 yang terdapat pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Konon, dahulu kereta ini digunakan oleh Sultan Kanoman untuk menghadiri acara kebesaran kerajaan serta digunakan pada kirab pengantin keluarga sultan. Sesuai namanya, Kereta Paksi Naga Liman ini dirancang sebagai perpaduan dari 3 hewan, yaitu Paksi, Naga, dan Liman.
Paksi (burung garuda) melambangkan alam atas atau langit – dianggap mendapat pengaruh dari Mesir.
Naga, melambambangkan kekuatan alam bawah atau air – dianggap merupakan pengaruh dari Cina
Liman (gajah) melambangkan alam tengah atau bumi – dianggap merupakan pengaruh dari India
Perpaduan ke-3 hewan tersebut dirancang menjadi bentuk kereta kencana dengan tempat duduk penumpang berwujud badan gajah yang kakinya dilipat, berekor naga, bersayap garuda, dan berkepala perpaduan antara naga dan gajah. Sedangkan di bagian kepalanya, kepala gajah berbelalai mencuat ke atas memegang trisula dan tombak. Kereta Paksi Naga Liman ini menjadi inspirasi salah satu motif klasik aliran keraton yang dimiliki oleh Cirebon.
Motif Paksi Naga Liman ini menggambarkan peran raja atau sultan sebagai penguasa dan pengayom bagi semesta alam di Cirebon. Sedangkan belalai gajah yang memegang trisula dan tombak membawa pesan bahwa raja (sultan) harus memiliki cipta, rasa dan karsa yang tajam.
Batik Keraton Cirebon Motif Singa Barong
Kereta kencana yang diberi nama Kereta Paksi Naga Liman, maka Keraton Kasepuhan Cirebon memiliki Kereta Singa Barong sebagai kereta kencana milik sultan. Kereta Singa Barong ini dibuat pada tahun 1549, merupakan hasil desain oleh designer kereta Panembahan Losari dan pemahat Ki Notoguna dari Kaliwulu, yang dibuat atas prakarsa Sultan Cirebon Panembahan Ratu Pakungwati I (1526-1649). Sekilas, bentuk Kereta Singa Barong ini memang terlihat hampir sama dengan Kereta Paksi Naga Liman, karena bentuknya yang juga merupakan perwujudan 3 binatang.
Belalai gajah di bagian kepala – yang melambangkan persahabatan dengan India yang beragama Hindu. Belalai gajah yang mencuat ke atas memegang trisula seperti halnya pada belalai gajah di Kereta Paksi Naga Liman.
Berkepala naga – yang melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Budha
Badan berbentuk buraq (hewan dalam kisah Islam yang bersayap) – yang melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam
Di sinilah terdapat perbedaan antara Kereta Singa Barong dan Kereta Paksi Naga Liman. Sayap pada Singa Barong adalah sayap buraq, sedangkan pada Paksi Naga Liman adalah sayap garuda (paksi). Badan Singa Barong adalah badan buraq, sedangkan pada Paksi Naga Liman adalah badan gajah. Seperti halnya Kereta Paksi Naga Liman, Kereta Singa Barong ini juga menjadi salah satu ragam hias yang digunakan dalam batik Cirebon yang beraliran keraton.
Motif Keraton Cirebon Paksi Naga Liman
Kereta Paksi Naga Liman adalah kereta kencana yang dimiliki oleh Keraton Kanoman, Cirebon. Diperkirakan kereta kencana ini dibuat pada tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 yang terdapat pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Konon, dahulu kereta ini digunakan oleh Sultan Kanoman untuk menghadiri acara kebesaran kerajaan serta digunakan pada kirab pengantin keluarga sultan.
Sesuai namanya, Kereta Paksi Naga Liman ini dirancang sebagai perpaduan dari 3 hewan, yaitu Paksi, Naga, dan Liman.
Paksi (burung garuda) melambangkan alam atas atau langit – dianggap mendapat pengaruh dari Mesir.
Naga, melambambangkan kekuatan alam bawah atau air – dianggap merupakan pengaruh dari Cina
Liman (gajah) melambangkan alam tengah atau bumi – dianggap merupakan pengaruh dari India
perpaduan ke-3 hewan tersebut dirancang menjadi bentuk kereta kencana dengan tempat duduk penumpang berwujud badan gajah yang kakinya dilipat, berekor naga, bersayap garuda, dan berkepala perpaduan antara naga dan gajah. Sedangkan di bagian kepalanya, kepala gajah berbelalai mencuat ke atas memegang trisula dan tombak.
Kereta Paksi Naga Liman ini menjadi inspirasi salah satu motif batik klasik aliran keraton yang dimiliki oleh Cirebon.
Motif Paksi Naga Liman ini menggambarkan peran raja atau sultan sebagai penguasa dan pengayom bagi semesta alam di Cirebon. Sedangkan belalai gajah yang memegang trisula dan tombak membawa pesan bahwa raja / sultan harus memliki cipta, rasa dan karsa yang tajam.
KAJIAN RAGAM HIAS NAGA SEBA PADA BATIK CIREBON
Sebagai daerah yang berkembang dari perdagangan dan terletak di kawasan pesisir pantai utara Jawa, Cirebon secara historis memiliki banyak interaksi dengan beragam kebudayaan luar, Tiongkok, India, Persia, Arab, Eropa, Melayu, hingga Jawa. Batik, sebagai sebuah produk budaya yang bersifat visual, mencerminkan interaksi dan pengaruh dari berbagai kebudayaan tersebut. Dalam khasanah batik Cirebon, hal ini dapat dilihat pada motif-motif batik keraton seperti Mega Mendung, Wadasan, Paksi Naga Liman, Singa Payung, Macan Ali, dan Naga Seba. Kebanyakan motif tersebut menampakkan pengaruh Cina. Namun, ada pengecualian pada motif-motif hewan, salah satunya Naga Seba. Alih-alih menampakkan bentuk naga Cina, motif ini justru menampakkan ciri yang tidak terdapat pada penggambaran tradisional liong, yakni dengan keberadaan mahkota dan sepasang sayap burung. Dengan sendirinya, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengaruh kebudayan-kebudayaan tersebut dalam perwujudan naga secara visual, dikaitkan dengan historis dan budaya, yakni mengenai filosofi, makna, dan kedudukan motif tersebut bagi keraton Cirebon dan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi unsur visual, karakter, dan gaya desain elemenelemen pembentuk motif Naga Seba pada batik keraton Cirebon, untuk kemudian mencari pengaruh yang membentuk perwujudan visual tersebut. Hal ini dilakukan melalui penelitian yang bersifat kualitatif, dengan teknik deskriptif dan komparatif. Penelitian ini dapat menjadi salah satu contoh dan gambaran yang melengkapi kajian mengenai kaitan antara interaksi budaya dan pembentukan produk budaya tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar