Selasa, 24 Desember 2019
Seni Kolosal Gending Paksi Naga Liman
Perpaduan asimilasi dan pluralisasi kebudayaan diwujudkan dalam sebuah pertunjukan kolosal seni musik dan tari. Bertajuk Gending Paksi Naga Liman, memadukan laras pentatonik dan diatonik, pelog dan slendro, juga degung. Disisipi musik khas Tiongkok, Arab dan India sehingga menjadi pertunjukan yang unik, prigel dan nyaman dipandang
PERGELARAN seni kolosal Gending Paksi Naga Liman oleh Yayasan Cahya Widi itu menampilkan Kereta Paksi Naga Liman yang merupakan kendaraan dari Keraton Kanoman Cirebon. Dahulu, kereta ini digunakan Raja Keraton Kanoman untuk mengahadiri upacara kebesaran. Kolosal memperlihatkan tarian-tarian dan juga musik-musik diiringi dengan penjelasan-penjelasan sejarah mengenai Paksi Naga Liman itu sendiri.
Seperti yang diketahui, kereta pusaka Paksi Naga Liman merupakan kendaraan utama Kerajaan Singhapura (1042-1440 M/936-1367 Caka) hingga masa Kesultanan Cirebon. Kereta kencana dengan inspirasi dari kendaraan perang Bathara Indra, yang diyakini telah ada sejak masa Pangeran Cakra Bhuana tertulis pada Candra Sangkala (1428 M/1350 Caka) yang digunakan untuk menyerang Kerajaan Galuh (1528 M).
Kemudian temurun ke Kerajaan Cirebon dan juga digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan menjdi kereta kebesaran Kerajaan Cirebon dan diteruskan oleh Panembahan Cirebon hingga Sultan Kanoman saat ini. Sempat mengalami reparasi oleh Pangeran Losari yang juga merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati.
“Dibalik kemegahannya tersimpan pesan adiluhung dan sarat makna,” ujar Ketua Yayasan Cahaya Widi dan juga Pangeran Patih Keraton Kanoman Cirebon, Pangeran Raja Mochamad Qodiran.
Makna dari kolosal ini dapat dilihat dari nama keretanya sendiri. Yakni kata Paksi yang artinya badan bersayap adalah burung sebagai kendaraan Bathara Wisnu. “Ini berisi pesan serta penanda simbol negeri Timur Tengah dan Unsur Islam yang diturunkan di Timur Tengah,” kata Patih.
Kemudian Naga (kepala bermahkota) yang merupakan perwujudan dari penguasa Caruban. Telah mahfum sebagai simbolisasi atas negeri Tiongkok dan kandungan anasir Buddha. Selanjutnya Liman (belalai) adalah gajah simbol Ganesha sebagai putra Dewa Syiwa dari negeri Hindustan India yang juga pengaruh unsur Hindu.
Bahkan, berkembang penafsiran atas makna Paksi Naga Liman yang mengisyaratkan kejayaan kedaulatan. Burung penjaga kedaulatan di udara (Jaya Dirgantara) , Naga penjaga kedaulatan laut (Jaya Bahari) dan Gajah penjaga kedaulatan di darat (Jaya Bhumi).
“Secara keseluruhan, Paksi Naga Liman adalah simbol Cirebon sebagai negeri tempat terjadinya asimilasi dan pluralisasi dari tiga kebudayaan serta menempatkan Cirebon pada puncak keunggulan peradaban pada masanya,” pungkasnya.
GENDING PAKSI NAGA LIMAN
Sebuah pertunjukan Musik dan Tari bertajuk GENDING PAKSI NAGA LIMAN, telah digelar pada sabtu,16 September 2017. Pergelaran dilakukan dalam rangkaian kegiatan FKN XI. Gelaran itu menarik karena gendingnya memadukan laras pentatonic dan diatonic, pelog, slendro dan juga degung. Tidak kalah menarik dengan masuknya sisipan musik khas China, Arab, dan India, sehingga menjadi pertunjukan yang unik, prigel dan nyaman dipandang
“Kereta kencana nan megah itu di inspirasi dari kendaraan perang bathara indra, yang diyakini telah ada sejak masa Pangeran Cakra Bhuana. Itu tertulis pada Candra Sangkala (1428M/1350 Saka)
Paksi Naga Liman sendiri diambil dari nama sebuah kereta pusaka Paksi Naga Liman yang merupakan kendaraan utama Kerajaan Singhapura (1042-1440 M/ 936-1367 Saka). Dan tetap digunakan hingga masa Kesultanan Cirebon. Kereta kencana nan megah itu di inspirasi dari kendaraan perang bathara indra, yang diyakini telah ada sejak masa Pangeran Cakra Bhuana. Itu tertulis pada Candra Sangkala (1428M/1350 Saka) yang juga digunakan untuk menyerang kerajaan Galuh ( 1528 M ). Kemudian secara tutun temurun digunakan oleh Sunan Gunung Jati. Yang pada akhirnya menjadi kereta kebesaran Kerajaan Cirebon. Dan diteruskan oleh Panembahan Cirebon hingga Sultan Kanoman saat ini. Sempat mengalami perbaikan/reparasi oleh Pangeran Losari, yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati.
Kereta pusaka Paksi Naga Liman merupakan mahakarya seni yang memadukan konsep berkendaraan masa lalu namun mengguratkan sebagai karya agung yang futuristik, megah dengan nilai estetika tinggi. Namun dibalik kemegahannya, tersimpan pesan adiluhung yang sarat makna, diantaranya yaitu ;
Paksi (badan bersayap) adalah simbol burung. Yang merupakan kendaraan Bathara Wisnu yang juga berisi pesan dan penanda simbol negeri Timur Tengah dengan unsur Islamnya.
Naga (kepala bermahkota) hewan naga adalah perwujudan dari penguasa caruban yang dinamakan mang. Selain telah mahfum naga sebagai simbolisasi atas negeri Tiongkok (China), dan kandungan anasir Budha.
Liman (belalai) adalah gajah perlambang Ganesha putra Dewa Syiwa dari negeri Hindustan India, yang juga pengaruh unsur Hindu.
Pada akhirnya kereta Paksi Naga Liman menjadi simbol Cirebon sebagai negeri tempat terjadinya asimilasi dan pluralisasi dari tiga kebudayaan. Hal ini menempatkan Cirebon pada puncak keunggulan peradaban pada masanya. Bahkan berkembang penafsiran atas makna Paksi Naga Liman yang mengisyaratkan kejayaan kedaulatan., Burung penjaga kedaulatan di udara (Jaya Dirgantara), Naga penjaga kedaulatan laut (Jaya Bahari) dan Gajah penjaga kedaulatan di darat (Jaya Bhumi).
Simbol Tiga Budaya
Untuk mengadakan Festival Budaya Cirebon 2018 mengambil tema Kereta Kencana Paksi Naga Liman, simbol kejayaan Cirebon di masa silam. Paksi naga liman juga merupakan warisan pusaka dari Cirebon. Kereta kencana ini adalah kereta milik Keraton Kanoman yang sering digunakan dalam berbagai upacara kebesaran.
Dalam Paksi Naga Liman, terdapat makna tersembunyi yang menjadi nafas Festival Budaya Cirebon. Yaitu perpautan tiga jenis hewan yang masing-masing melambangkan kebudayaan yang berbeda. Paksi atau burung garuda mewakili budaya Islam, ular naga untuk melambangkan budaya Cina, serta liman atau gajah yang mewakili budaya India.
merupakan tema yang diangkat dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) ke XI tahun 2017 di Cirebon. Kereta milik Kasultanan Kanoman Cirebon ini menjadi kebanggaan masyarakat Cirebon.
Dalam pemeliharaannya, Paksi Naga Liman sempat mengalami perbaikan oleh pangeran Losari yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati. Dia menjelaskan, Paksi Naga Liman merupakan karya seni yang dipadukan dengan konsep kendaraan masa lalu, tetapi berhasil menginspirasi karya-karya futuristik, megah, dan memiliki nilai estetika yang tinggi.
Di balik kemegahannya, lanjut Patih Qodiran, tersimpan pesan yang sarat makna pada sosok Paksi Naga Liman. Paksi yang merupakan burung dengan badan bersayap adalah penanda simbol negeri Timur Tengah dan unsur Islam yang diturunkan di Timur Tengah.
Sementara naga berbentuk kepala bermahkota hewan naga merupakan wujud penguasa Caruban yang dinamakan Mang. "Sosok Mang juga telah mafhum (paham) sebagai simbolisasi atas negeri Tiongkok dan kandungan anasir (pemahaman) Buddha," jelas dia.
Liman (belalai) adalah bagian dari gajah yang merupakan simbol Ganesha sebagai putra Dewa Syiwa dari negeri India. Simbol ini menggambarkan unsur agama Hindu.
Patih Qodiran menambahkan Paksi Naga Liman adalah simbol Cirebon sebagai negeri tempat terjadinya asimilasi dan pluralisasi dari tiga kebudayaan, serta menempatkan Cirebon pada puncak keunggulan peradaban pada masanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar