Halaman

Selasa, 24 Desember 2019

Tingginya Makna Motif Naga di Batik Lasem




Batik Lasem bukan dijadikan status sosial layaknya sejarah batik-batik di Jawa. Batik Lasem adalah simbol persatuan, wujud dari akulturasi budaya Tionghoa dengan budaya masyarakat setempat. Salah satu motif yang menjadi andalan warga Lasem dan sudah diturunkan sejak ratusan tahun lalu adalah motif Hong. Burung Hong merupakan hewan legenda. Burung Hong dalam bahasa mandarin disebut juga burung Fenghuang. Feng sendiri adalah sebutan untuk spesies jantan, sedangkan Huang sebutan untuk betina.

Batik Lasem tidak bisa lepas dari invansi makhluk mitologi bernama naga. Naga selalu datang, meliuk menjadi salah satu motif utama dalam batik Lasem. Menurut legenda Tiongkok, keberadaan ular raksasa ganas ini tidak membahayakan. Ornamen Naga menjadi bagian penting dari keanekaragaman Motif Batik Lasem, karena eksotismenya mampu memperkokoh ekesitensi batik Lasem. Terbukti, batik lawas Lasem yang memiliki motif naga, menjadi salah satu motif batik pesisiran yang diburu kolektor.

Batik Lasem Naga memiliki karakteristik yang berbeda dengan batik naga dari daerah lain. Dari detil ornamennya, gambar naga di batik Lasem tampak sangat orientalis. Tampilan naga dengan tanduk, sungut, dan cakar, menandakan hewan yang disebut Liong atau Lung ini begitu dominatif. Dominasi Liong dipertegas stailisasi Kilin yang bersuka ria memperebutkan bola api di tumpal. Isen-isen Phoenix, atau Burung Hong yang bersimbiosis dengan aneka flora semakin memperdalam eksistensi Lung dalam ragam hias Batik Lasem.

Motif Naga diintepretasikan sebagai refleksi harapan-harapan mulia, serta simbolisasi perjalanan spiritualisme. Dalam tradisi Cina, Naga berkaitan erat dengan sumber kekuatan alam. Wajar jika akhirnya Sang Naga selalu melambangkan kekuatan alam yang maha dahsyat layaknya angin taufan.

Tidak hanya itu, Naga juga dipersonifikasi sebagai penjelmaan roh orang suci yang belum bisa masuk surga. Roh orang suci menjelma menjadi Naga kecil yang masuk ke bumi untuk tidur dan meditasi dalam waktu lama. Setelah tubuh tumbuh membesar, Naga bangun, bangkit, dan terbang ke surga. Warna Naga juga bermakna filosofis. Naga Merah, Naga Biru, Naga Putih, hingga mencapai Naga Emas, merupakan simbol tingkat spiritualisme masyarakat Tionghoa.

Perbedaan warna naga ini bermakna perjalanan langkah demi langkah menuju nirwana. Namun, Batik Lasem Naga tetaplah multitafsir. Stailisasi dan visualisasi Naga dalam ornamen utama motif Batik Lasem selalu terbuka bagi tumbuh berkembangnya intepretasi lintas tradisi


Arti Naga Cina Dalam Ragam Hias Batik

Sering kita Jumpai batik dengan motif Naga dalam Peradaban cina naga ini mempunyai nilai dan makna tersendiri Naga Cina disebut Long dalam bahasa Mandarin, dan Liong dalam dialek Hokian. Ia mulai dikenal sejak kira-kira 3.000 tahun yang lalu.

Penampilannya berbeda dengan Naga Jawa yang seperti ular bermahkota, dengan Naga Eropa yang mirip dinosaurus bersayap dan dengan Naga India yang sering digambarkan mirip ular kobra.

Naga Cina ada bermacam-macam jenisnya. Yang paling dikenal adalah yang hijau kebiruan. Kepalanya dikatakan seperti kepala kuda atau unta, tetapi bermisai. Giginya runcing seperti gigi harimau, tanduknya seperti milik rusa jantan raksasa, sedangkan matanya seperti mata kelinci. Ada pula yang menyatakan matanya seperti mata setan. Daun telinganya seperti milik lembu jantan. Tubuhnya panjang seperti ular, ditutupi 117 sisik yang bentuknya seperti sisik ikan emas. Keempat kakinya memiliki cakar seperti elang. Cakarnya bisa lima, empat atau tiga.

Soal cakar ini tidak boleh sembarangan. Naga adalah lambang kaisar Cina. Cuma naga kekaisaran yang boleh memiliki lima cakar. Pakaian pembesar di bawah kaisar cuma boleh dihias dengan naga bercakar empat. Naga bercakar tiga adalah milik orangorang yang berkedudukan sosial lebih rendah lagi.

Naga yang berpenampilan demikian dikenal pula di jepang, Korea dan di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Konon naga kekaisaran Korea di Istana Gyeongbok yang terletak di sebelah utara Seoul memiliki tujuh cakar, tetapi disembunyikan

di atas kasau penyangga atap supaya tidak ketahuan kaisar Cina. Akhirnya Jepang yang menghancurkan istana itu, bukan Cina. Alasannya pun bukan karena naga bercakar tujuh.

Naga kerap digambarkan dikelilingi air atau awan. Makhluk ini diagungkan karena dipercaya memiliki kekuasaan dan kesaktian yang luar biasa. Ia bisa terbang, bisa pula hidup di dasar lautan dan ada pula yang tinggal di dalam tanah.

Naga Cina umumnya dianggap. sebagai pelindung, penolak bala, pemberi rezeki dan kesuburan karena menurunkan hujan, walaupun kalau sedang murka bisa mendatangkan kemarau panjang dan banjir di darat serta badai di laut.

Hiasan berupa naga pada pakaian, bangunan, perabot rumah tangga, keramik dsb. dianggap bisa menolak bala dan memberi keberuntungan. ]adi berbeda dengan Naga Eropa yang dianggap sebagai makhluk jahat pembawa bencana. Sampai saat ini, kain batik untuk menggendong anak, banyak yang masih dihiasi dengan gambar naga.

Banyak orangtua Cina mengharapkan putranya “menjadi naga”, artinya sukses dan berkuasa. Harapan ini di antaranya dinyatakan dengan memberi nama “Long” atau “Lung/Loong” atau “Liong” kepada anaknya. Kadang-kadang ada anak bernama “Long” atau “Loong” atau “Liong” yang sering sakit gara-gara “keberatan nama”, sehingga harus diberi nama baru dalam usaha menyembuhkannya.

Bukan cuma orang, konon ikan pun banyak yang ingin menjadi naga. Untuk itu mereka harus berusaha mengatasi pelbagai kesulitan dalam mencapai air terjun “Gerbang Naga” di Sungai Kuning. Kalau mereka berhasil melompati air terjun itu, berarti mereka lulus ujian dan berubah menjadi naga. Tiap jenis naga memiliki tugas yang berbeda. Yang banyak dikenal“ di Indonesia adalah Donghai Longwang, Raja Naga dari Laut Timur. Tokoh itu dalam dialek Hokian biasa disebut Hai Liong Ong.
Makna Ragam Hias Batik Tionghoa Peranakan

Batik Pesisiran atau batik yang berkembang di daerah pesisir utara Pulau Jawa menampilkan beraneka ragam motif yang banyak dipengaruhi oleh budaya luar Indonesia. Salah satu pengaruh adalah dari budaya Tionghoa. Pada awal abad 20, banyak orang keturunan Tionghoa di Indonesia yang menjadi pengusaha batik.

Tidak seperti batik Belanda yang hanya menonjolkan sisi keindahan, Batik Tionghoa mempunyai banyak ragam hias, komposisi, serta warna yang mempunyai makna dan filosofi. Batik Tionghoa kerap menampilkan ragam hias hewan-hewan, ragam bunga, serta warna-warna cerah yang khas yang mempunyai arti tertentu.

Mari kita mempelajari makna dari ragam hias batik Tionghoa yang tentunya akan menambah pemahaman kita akan kayanya makna yang terkandung dari lembaran kain batik Indonesia

Lasem adalah salah satu daerah yang terletak di pantai utara pulau Jawa, di mana menurut beberapa ahli sejarah merupakan tempat pertama kali para pedagang dari Tiongkok mendarat di Indonesia. Dari Lasem kemudian mereka menyebar ke Kudus, Demak dan daerah-daerah lainnya. Sebagian dari para pedagang Tiongkok tersebut kemudian menetap di Lasem, oleh karena itu sampai sekarang masih dapat dijumpai rumah-rumah tua berpagar tembok yang tinggi dengan tata bangunan khas Tiongkok kuno. Lahirnya Batik Lasem tentu tidak terlepas dari sejarah dan perkembangan keberadaan orang-orang Tionghoa di Lasem. Namun demikian, sejauh ini belum banyak diketahui secara pasti tentang sejarah kapan dimulainya pembatikan di Lasem. Dokumentasi sejarah dan budaya serta tenaga ahli budaya Batik Lasem sangat langka dijumpai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar