Halaman

Selasa, 24 Desember 2019

Mengagumi Kemegahan Cirebon di Gedung Pusaka Keraton Kanoman




Di Kompleks Keraton Kanoman terdapat gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan dan merawat benda-benda kuno peninggalan keraton. Berlokasi di Jalan Winaon, Kampung Kanoman, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon. Museum yang bernama Gedung Pusaka Keraton Kanoman ini memamerkan segala bentuk benda, mulai dari gamelan, tombak, ukiran dinding, hingga kereta kencana.

Memasuki area museum, pengunjung akan disambut Kereta Kencana Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana. Kedua kereta ini dibuat pada tahun 1428 M atas prakarsa Pangeran Losari.

Kereta yang menggunakan kayu sawo sebagai bahan utama pembuatannya ini digunakan terakhir kali pada tahun 1933. Saat itu, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen atau Sri Sultan Kanoman ke VIII masih memimpin Keraton Kanoman.

Kereta Kencana Paksi Naga Liman memiliki bentuk hewan yang bersayap, berkepala naga, dan memiliki belalai seperti gajah. Bentuk ini mengadopsi 3 budaya sekaligus, yaitu budaya Islam yang disimbolkan dengan burung, Cina dengan kepala naga, dan Hindu yang dilambangkan dengan belalai gajah.

Kereta Paksi Naga liman juga memiliki teknologi yang sangat maju di zamannya. Hal ini terletak pada sayap yang mampu bergerak saat kereta dijalankan. Ini berguna sebagai pendingin saat sultan menaiki kereta ini. Sedangkan Kereta Kencana Jempana merupakan kereta kebesaran Ratu Dalem atau permaisuri kesultanan Cirebon.

Jempana dalam bahasa Cirebon berarti Jemjeming Pengagem Manahayang yang bermakna Keteguhan hati. Ini dimaksudkan agar permaisuri bisa memegang teguh amanat yang diembannya sebagai pendamping Sultan Keraton.

Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.

Selain kereta kebesaran, museum ini juga menyimpan benda kuno lainnya, seperti ukiran dinding Paksi Naga Jalma, yaitu manusia yang memiliki rupa burung berbadan manusia dan berkulit naga.

Ada juga koleksi peti yang berasal dari Mesir. Ini dapat dilihat dari hiasan yang terpampang pada bagian luar peti. Dahulu, peti ini digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan ibunya Nyai Mas Ratu Raransantang saat hijrah dari Mesir menuju Cirebon.

Di sudut lain museum, kursi berumur hampir 700 tahun terpajang bersama dengan patung cupid pemberian jenderal Inggris Sir Thomas Raffles. Saat masih digunakan, kursi yang diberi nama Gading Gilang Kencana ini diperuntukan bagi Putra Mahkota Kerajaan Padjajaran yaitu Pangeran Walangsungsang. Pangeran Walangsungsang adalah salah satu tokoh cikal bakal adanya kesultanan di Cirebon.

Keraton Kanoman adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. Kebesaran Islam di Jawa bagian barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.

Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Kanoman. Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.

Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.

Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid.

Semula bangunan Gedong Pusaka Keraton Kanoman, dibangun sekitar tahun 1800-an dengan sederhana menggunakan bilik bambu, didirikan sebagai tempat penyimpanan benda pusaka. Kemudian mengalami renovasi terus-menerus pada masa Sultan Kanoman ke-8 Sultan Zulkarnaen, pada tahun 1920, 1976. Pada tahun 1980 di bawah kepemimpinan Sultan Djalaludin, renovasi kembali dilakukan. Barulah sekitar tahun 1997 mengalami renovasi besar-besaran menjadi bangunan permanen atas perintah Sultan Kanoman ke-9 itu.



Kemudian pengelolaan Gedong Pusaka Keraton Kanoman dilanjutkan pada masa Sultan M.Emiruddin, yang pengelolaannya yang diserahkan pada P.R.M. Hamzah sebagai adik dari Sultan M.Emiruddin. Sebagai tempat penyimpanan benda pusaka, yang dimiliki Keraton Kanoman, dan dibuka untuk umum, seperti museum pada umumnya. Biasanya para pengunjung Gedong Museum Keraton Kanoman adalah masyarakat umum, mahasiswa, peneliti, dan tamu mancanegara. Untuk kepentingan studi maupun wisata sejarah. Gedong Pusaka Keraton Kanoman. Museum ini diresmikan tahun 1997 oleh Sultan Kanoman.



Kelir kayu berbentuk segi empat tersandar di dinding Museum Gedung Pusaka Keraton Kanoman, beberapa bagian keropos terkena tetesan air hujan karena atap bangunan yang bocor. Meski kusam, keindahan ukiran pada kelir ini menunjukkan kegarangan tokoh yang digambarkan. Kelir berukir ini berasal dari masa Sultan Kanoman I, Pangeran Badridin Kartawijaya (1677 – 1703).

Kelir berukuran 79,5 cm x 235,5 cm, berfungsi sebagai pembatas ruang. Dihias dengan ukiran terawangan seorang tokoh yang digambarkan dalam posisi berdiri. Dilihat dari atribut yang dikenakan menunjukkan bahwa tokoh tersebut seorang bangsawan. Tokoh digambarkan berkepala burung, berbadan manusia tapi bersisik. Tokoh digambarkan menggunakan hiasan kepala, kelat bahu, gelang tangan dan kaki. Pada latar belakang dipahatkan motif sulur, daun dan bunga. Tokoh digambarkan memakai ikat pinggang berhias batu permata, kedua tangan di depan perut menggenggam tombak pendek. Di dekat kaki tokoh dipahatkan seekor katak.

Tokoh yang tergambar di kelir dikenal dengan sebutan “Paksi Naga Jalma”. Sultan Kanoman I mempercayai dan menghormati makhluk-makhluk mistis. Paksi Naga Jalma dipercaya berkedudukan sebagai panglima yang bertugas menjaga pintu. Katak yang berada di dekat kaki Paksi Naga Jalma merupakan pendamping setianya yang selalu mengikuti. Jika terdengar bunyi mistis “krincing-krincing” dipercaya bahwa makhluk tersebut sedang mengawasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar