Zaman
dahulu, sebelum mobil diciptakan, Raja diantar ke suatu tempat dengan
menggunakan kereta kencana untuk bepergian. Indonesia, terutama di Keraton
Yogyakarta, memiliki beberapa macam kereta kencana.
Dari sekian banyak
produksi kebudayaan peninggalan Kesultanan Cirebon dalam bentuk fisik (tangible),
artefak Paksi Naga Liman Keraton Kanoman merupakan artefak yang hingga kini
menyita perhatian publik dan terus-menerus menjadi bahan penelitian dari
berbagai aspek. Kereta kencana merupakan alat transportasi yang biasa digunakan
oleh raja untuk mendukung segala aktivitas sehari-hari.
Kereta kencana merupakan
kendaraan ketika seorang raja/sultan hendak mengelilingi wilayah kekuasaannya
atau menghadiri acara-acara kebesaran kerajaan. Terlepas dari segi fungsional
sebagai kereta pusaka, kendaraan ini memiliki nilai-nilai simbolik. Hampir
semua benda yang berasal dan tersimpan di keraton, selain memperlihatkan nilai
artistik dan fungsional sebagai suatu produk seni-budaya, Benda tersebut juga tak bisa lepas dari
nilai-nilai simbolik religio-magis.
PAKSI
NAGA LIMAN merupakan salah satu kereta kencana yang terdapat di kesultanan
Cirebon lebih tepatnya Kesultanan Kanoman. Kereta Kencana ini juga sekaligus
melambangkan tiga kebudayaan di lebur jadi satu. PAKSI yaitu melambangkan
kebudayaan Nusantara, NAGA yaitu melambangkan kebudayan Cina, LIMAN yaitu gajah
melambangkan kebudayaan India. Penggabungan ketiga unsur budaya tersebut
menunjukan toleransi yang tinggi oleh Kerajaan Cirebon. PAKSI NAGA LIMAN
dulunya di gunakan oleh Raja Kanoman untuk acara-acara kebesaran Kerajaan dan
Kirab Pengantin Keluarga Kerajaan. PAKSI NAGA LIMAN dibuat pada tahun 1608 itu
berdasarkan pada angka jawa yang terdapat pada leher badan kereta yang
merupakan tahun saka 1530.
Kereta kencana ini
berwarna merah di perindah dengan kuning emas.Ragam hias bermotif “wadasan”
atau batu karang dan “mega mendung” atau awan ,merupakan ciri khas dari ragam
hias Cirebon.Ciri lain dari benda kuna ini ialah tidak memiliki Candra Sangkala
seperti biasanya benda benda kuno ,melainkan berangka tahun dengan menggunakan
huruf jawa. Tertera pada lehernya angka tahun 1530 Saka atau 1608 Masehi.
Diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Penembahan Ratu.
Hal yang sama adanya
peninggalan roda kereta bekas tunggangan panembahan Girilaya (penembahan Ratu
II) yang ditemukan di kampung Pakalangan (sekitar gunun sembung) Cirebon.
Pembuatan kereta ini tidak diketahui dengan pasti,namun dapatlah diperkirakan
bahwa ia seorang Petinggi. Ia dapat mewujudkan sebuah kereta kencana yang
anggun penuh kewibawaan sebagai kereta kebesaran raja/sultan.Sudah barang tentu
pula dari hasil pekerjaannya yang apik,tercermin adanya ragam hias yang
melekat. Konsep magis tentang hal yang suci berupa air,tanah dan udara tertuang
dalam wujud Paksi Naga Liman.Adanya dunia bawah atau air yang dilambangkan
dengan naga,dunia tengah atau tanah di lambangkan dengan liman dan dunia atas
atau udara dilambangkan dengan burung. Jika ditelusuri lebih lanjut, diduga
kereta ini sebelumnya hanyalah sebuah”jampana” atau tandu.Terlebih-lebih lagi
bila dilihat bagian badan yang merupakan kesatuan utuh, begitu pula kelengkapan
ragam hias yang mempunyai ciri khas Cirebon.
PAKSI
NAGA LIMAN adalah masterpiece dari PANEMBAHAN LOSARI yang pengerjaannya di
garap oleh KI GEDE KALIWULU, luar biasanya pengerjaan kereta ini adalah dengan
adanya sistem hidrolik pada kemudinya yang berbahan kayu dan baja. Lebih hebat
lagi bagian rodanya pun menggunakan sistem suspensi seperti kendaraan saat ini,
sehingga para Sultan yang mengendarai kereta ini tidak mengalami guncangan dan
ini di buktikan dengan adanya susunan lempengan besi yang dilapisi karet di
ke-empat rodanya. Roda kereta di buat stabil sesuai dengan suspensi, roda
kereta pun di buatmenonjol keluar dari jari-jari yang cekung kedalam agar
menghindari cipratan air saat kereta melaju di tanah yang basah.Dengan suspensi
ini, selain kereta terasa empuk, badan kereta pun dapat bergerak kedepan dan
kebelakang yang mengakibatkan sayap bergerak-gerak seperti terbang.
Kereta
yang berukuran panjang 3 meter lebar 1,5 meter dan tinggi2,6 meter semakin
memperjelas keindahan dan kegagahan kereta ini dengan segala kecanggihan
teknologi didalamnya. Jelas dengan kecanggihan yang ada menunjukan pengetahuan
teknologi orang Cirebon cukup tinggi. Kereta ini original buatan ahli kereta
Kesultanan Cirebon, ini merupakan kelebihan Kesultanan Cirebon di banding
kerjaan-kerajaan yang sudah ada pada masa itu yang mengimpor kereta dari Inggris,
Belanda atau Perancis.
PAKSI NAGA LIMAN telah beristirahat
di ruang MUSEUM KRATON KANOMAN sejak tahun 1930an, para Sultan Cirebon pada
masa sekarang hanya menggunakan replika PAKSI NAGA LIMAN untuk acara kebesaran.
Namun, walaupun telah beristirahat cukup lama kereta ini masih menunjukan
keindahan dan kehebatan teknologi yang canggih dizamannya.
CIREBON - Kedatangan Calon Wakil Gubernur Jawa
Barat (Jabar), Dedi Mulyadi di Pondok Pesantren Raja’ul ‘Ulum Hidayah al
Isma’iliyah, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, sangat ditunggu-tunggu. Bahkan
dalam acara Isra’ Mi’raj tersebut, Dedi diminta para kiai pesantren Kabupaten
Cirebon untuk naik Kereta Paksi Naga Liman.
Kereta
kencana tersebut sarat dengan nilai sejarah, memiliki bentuk berupa gabungan
tiga hewan yakni paksi (burung garuda), naga (ular naga) dan liman (gajah).
Pada bagian liman, terdapat trisula yang melilit dengan gaya siap menyerang.
Trisula tersebut merupakan lambang 'Iman, Islam dan Ihsan' dalam Agama Islam.
Syaikh Datuk Kahfi dan Sunan Gunung Jati berada di garda terdepan penyebaran
Islam di daerah tersebut.
Dedi
mengatakan, kereta ini hanya replika dan memiliki sejarah panjang bagi Cirebon,
aslinya sudah uzur dimakan usia dan diletakkan di keraton.
Kehadirannya
sebagai salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama rupanya sudah direncanakan
jauh hari oleh keluarga pesantren. Jalinan silaturahmi yang sudah lama
tersambung menjadikan Dedi akrab dengan putera bungsu Kiai Muhammad, Gus Zydni.
Bocah berusia 6 tahun tersebut ternyata hanya mau dikhitan jika Dedi hadir
mendampinginya dalam arak-arakan. Beberapa minggu lalu, Dedi berjanji hadir
untuk memenuhi permintaan tersebut.
“Ya,
hadir di sini atas permintaan anak bungsu Pak Kiai, mau disunat kalau saya
temani arak-arakan katanya,”ujarnya, Senin (2/4/2018).
Dedi
memiliki pandangan strategis atas peristiwa kultural yang baru saja ia alami.
Baginya, arak-arakan pengantin sunat maupun Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
di Cirebon dapat menjadi wisata budaya andalan.
Berbagai
langkah diakuinya sudah disiapkan untuk hal tersebut, di antaranya dengan cara
merawat berbagai produk budaya agar tetap lestari. Selain itu, manajemen
kekinian harus disiapkan agar wisata budaya mendatangkan manfaat bagi
masyarakat sekitar.
“Ini
salah satu produk kebudayaan yang harus lestari. Ke depan, Kereta Paksi Naga
Liman harus ada replika baru, agar kereta asli tetap terjaga. Momentum seperti
ini harus terkelola sebagai wisata budaya agar masyarakat sekitar mendapatkan
manfaat,” ungkapnya.
Pengasuh
pondok pesantren, Kiai Asep menuturkan, kereta milik Sunan Gunung Jati tersebut
dikeluarkan saat Peringatan Hari Besar Islam (PHBI). Selain itu, peringatan
khusus yang digelar oleh Keraton Cirebon juga mengharuskan arak-arakan yang
diikuti kereta tersebut.
“Hari-hari
besar Islam seperti ini pasti Kereta Paksi Naga Liman diarak. Di Cirebon,
setiap pesantren yang masih memiliki hubungan darah dengan keraton pasti punya
kereta kencana. Seperti di sini dan Pesantren Benda Kerep,” katanya.
Seizin
kiai pesantren, Dedi Mulyadi bersama Gus Zydni, putera Kiai Muhammad yang baru
saja dikhitan menaiki Kereta Paksi Naga Liman. Mereka berdua diarak berkeliling
dan mengundang perhatian warga sekitar.
Mencintai
keanekaragaman seni dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan
tanggung jawab kita semua sebagai warga Negara Indonesia. Keanekaragaman ini
merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan
agar tidak dicuri atau ditiru oleh bangsa lain. Melestarikan kebudayaan bangsa
tidak dapat di batasi oleh usia maupun golongan manapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar