Halaman

Minggu, 19 Januari 2020

Kereta Paksi Naga Liman Digunakan Dalam Acara Isra Miraj

Kereta Paksi Naga Liman Digunakan Dalam Acara Isra Miraj

            Zaman dahulu, sebelum mobil diciptakan, Raja diantar ke suatu tempat dengan menggunakan kereta kencana untuk bepergian. Indonesia, terutama di Keraton Yogyakarta, memiliki beberapa macam kereta kencana.

            Dari sekian banyak produksi kebudayaan peninggalan Kesultanan Cirebon dalam bentuk fisik (tangible), artefak Paksi Naga Liman Keraton Kanoman merupakan artefak yang hingga kini menyita perhatian publik dan terus-menerus menjadi bahan penelitian dari berbagai aspek. Kereta kencana merupakan alat transportasi yang biasa digunakan oleh raja untuk mendukung segala aktivitas sehari-hari.

            Kereta kencana merupakan kendaraan ketika seorang raja/sultan hendak mengelilingi wilayah kekuasaannya atau menghadiri acara-acara kebesaran kerajaan. Terlepas dari segi fungsional sebagai kereta pusaka, kendaraan ini memiliki nilai-nilai simbolik. Hampir semua benda yang berasal dan tersimpan di keraton, selain memperlihatkan nilai artistik dan fungsional sebagai suatu produk seni-budaya,  Benda tersebut juga tak bisa lepas dari nilai-nilai simbolik religio-magis.

            PAKSI NAGA LIMAN merupakan salah satu kereta kencana yang terdapat di kesultanan Cirebon lebih tepatnya Kesultanan Kanoman. Kereta Kencana ini juga sekaligus melambangkan tiga kebudayaan di lebur jadi satu. PAKSI yaitu melambangkan kebudayaan Nusantara, NAGA yaitu melambangkan kebudayan Cina, LIMAN yaitu gajah melambangkan kebudayaan India. Penggabungan ketiga unsur budaya tersebut menunjukan toleransi yang tinggi oleh Kerajaan Cirebon. PAKSI NAGA LIMAN dulunya di gunakan oleh Raja Kanoman untuk acara-acara kebesaran Kerajaan dan Kirab Pengantin Keluarga Kerajaan. PAKSI NAGA LIMAN dibuat pada tahun 1608 itu berdasarkan pada angka jawa yang terdapat pada leher badan kereta yang merupakan tahun saka 1530.

            Kereta kencana ini berwarna merah di perindah dengan kuning emas.Ragam hias bermotif “wadasan” atau batu karang dan “mega mendung” atau awan ,merupakan ciri khas dari ragam hias Cirebon.Ciri lain dari benda kuna ini ialah tidak memiliki Candra Sangkala seperti biasanya benda benda kuno ,melainkan berangka tahun dengan menggunakan huruf jawa. Tertera pada lehernya angka tahun 1530 Saka atau 1608 Masehi. Diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Penembahan Ratu.

            Hal yang sama adanya peninggalan roda kereta bekas tunggangan panembahan Girilaya (penembahan Ratu II) yang ditemukan di kampung Pakalangan (sekitar gunun sembung) Cirebon. Pembuatan kereta ini tidak diketahui dengan pasti,namun dapatlah diperkirakan bahwa ia seorang Petinggi. Ia dapat mewujudkan sebuah kereta kencana yang anggun penuh kewibawaan sebagai kereta kebesaran raja/sultan.Sudah barang tentu pula dari hasil pekerjaannya yang apik,tercermin adanya ragam hias yang melekat. Konsep magis tentang hal yang suci berupa air,tanah dan udara tertuang dalam wujud Paksi Naga Liman.Adanya dunia bawah atau air yang dilambangkan dengan naga,dunia tengah atau tanah di lambangkan dengan liman dan dunia atas atau udara dilambangkan dengan burung. Jika ditelusuri lebih lanjut, diduga kereta ini sebelumnya hanyalah sebuah”jampana” atau tandu.Terlebih-lebih lagi bila dilihat bagian badan yang merupakan kesatuan utuh, begitu pula kelengkapan ragam hias yang mempunyai ciri khas Cirebon. 

            PAKSI NAGA LIMAN adalah masterpiece dari PANEMBAHAN LOSARI yang pengerjaannya di garap oleh KI GEDE KALIWULU, luar biasanya pengerjaan kereta ini adalah dengan adanya sistem hidrolik pada kemudinya yang berbahan kayu dan baja. Lebih hebat lagi bagian rodanya pun menggunakan sistem suspensi seperti kendaraan saat ini, sehingga para Sultan yang mengendarai kereta ini tidak mengalami guncangan dan ini di buktikan dengan adanya susunan lempengan besi yang dilapisi karet di ke-empat rodanya. Roda kereta di buat stabil sesuai dengan suspensi, roda kereta pun di buatmenonjol keluar dari jari-jari yang cekung kedalam agar menghindari cipratan air saat kereta melaju di tanah yang basah.Dengan suspensi ini, selain kereta terasa empuk, badan kereta pun dapat bergerak kedepan dan kebelakang yang mengakibatkan sayap bergerak-gerak seperti terbang.

            Kereta yang berukuran panjang 3 meter lebar 1,5 meter dan tinggi2,6 meter semakin memperjelas keindahan dan kegagahan kereta ini dengan segala kecanggihan teknologi didalamnya. Jelas dengan kecanggihan yang ada menunjukan pengetahuan teknologi orang Cirebon cukup tinggi. Kereta ini original buatan ahli kereta Kesultanan Cirebon, ini merupakan kelebihan Kesultanan Cirebon di banding kerjaan-kerajaan yang sudah ada pada masa itu yang mengimpor kereta dari Inggris, Belanda atau Perancis.
           
            PAKSI NAGA LIMAN telah beristirahat di ruang MUSEUM KRATON KANOMAN sejak tahun 1930an, para Sultan Cirebon pada masa sekarang hanya menggunakan replika PAKSI NAGA LIMAN untuk acara kebesaran. Namun, walaupun telah beristirahat cukup lama kereta ini masih menunjukan keindahan dan kehebatan teknologi yang canggih dizamannya.

            CIREBON - Kedatangan Calon Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi di Pondok Pesantren Raja’ul ‘Ulum Hidayah al Isma’iliyah, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, sangat ditunggu-tunggu. Bahkan dalam acara Isra’ Mi’raj tersebut, Dedi diminta para kiai pesantren Kabupaten Cirebon untuk naik Kereta Paksi Naga Liman.


            Kereta kencana tersebut sarat dengan nilai sejarah, memiliki bentuk berupa gabungan tiga hewan yakni paksi (burung garuda), naga (ular naga) dan liman (gajah). Pada bagian liman, terdapat trisula yang melilit dengan gaya siap menyerang. Trisula tersebut merupakan lambang 'Iman, Islam dan Ihsan' dalam Agama Islam. Syaikh Datuk Kahfi dan Sunan Gunung Jati berada di garda terdepan penyebaran Islam di daerah tersebut.



            Dedi mengatakan, kereta ini hanya replika dan memiliki sejarah panjang bagi Cirebon, aslinya sudah uzur dimakan usia dan diletakkan di keraton.

            Kehadirannya sebagai salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama rupanya sudah direncanakan jauh hari oleh keluarga pesantren. Jalinan silaturahmi yang sudah lama tersambung menjadikan Dedi akrab dengan putera bungsu Kiai Muhammad, Gus Zydni. Bocah berusia 6 tahun tersebut ternyata hanya mau dikhitan jika Dedi hadir mendampinginya dalam arak-arakan. Beberapa minggu lalu, Dedi berjanji hadir untuk memenuhi permintaan tersebut.

            “Ya, hadir di sini atas permintaan anak bungsu Pak Kiai, mau disunat kalau saya temani arak-arakan katanya,”ujarnya, Senin (2/4/2018).
            Dedi memiliki pandangan strategis atas peristiwa kultural yang baru saja ia alami. Baginya, arak-arakan pengantin sunat maupun Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di Cirebon dapat menjadi wisata budaya andalan.
            Berbagai langkah diakuinya sudah disiapkan untuk hal tersebut, di antaranya dengan cara merawat berbagai produk budaya agar tetap lestari. Selain itu, manajemen kekinian harus disiapkan agar wisata budaya mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar.

            “Ini salah satu produk kebudayaan yang harus lestari. Ke depan, Kereta Paksi Naga Liman harus ada replika baru, agar kereta asli tetap terjaga. Momentum seperti ini harus terkelola sebagai wisata budaya agar masyarakat sekitar mendapatkan manfaat,” ungkapnya.

            Pengasuh pondok pesantren, Kiai Asep menuturkan, kereta milik Sunan Gunung Jati tersebut dikeluarkan saat Peringatan Hari Besar Islam (PHBI). Selain itu, peringatan khusus yang digelar oleh Keraton Cirebon juga mengharuskan arak-arakan yang diikuti kereta tersebut.

            “Hari-hari besar Islam seperti ini pasti Kereta Paksi Naga Liman diarak. Di Cirebon, setiap pesantren yang masih memiliki hubungan darah dengan keraton pasti punya kereta kencana. Seperti di sini dan Pesantren Benda Kerep,” katanya.

            Seizin kiai pesantren, Dedi Mulyadi bersama Gus Zydni, putera Kiai Muhammad yang baru saja dikhitan menaiki Kereta Paksi Naga Liman. Mereka berdua diarak berkeliling dan mengundang perhatian warga sekitar.


            Mencintai keanekaragaman seni dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab kita semua sebagai warga Negara Indonesia. Keanekaragaman ini merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan agar tidak dicuri atau ditiru oleh bangsa lain. Melestarikan kebudayaan bangsa tidak dapat di batasi oleh usia maupun golongan manapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar