Fenomena unik pintu si blawong,
akses ke alam gaib di keraton kanoman
Kota Cirebon
sesungguhnya bukan kota persinggahan semata. Di kota yang dijuluki “Kota Udang”
ini tersimpan keunikan serta keindahaan yang tersebar di sejumlah sudut kota. Kota
ini pun makin menarik karena menggambarkan percampuran dua budaya, yakni Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Cirebon dikenal sebagai kota yang punya banyak keraton,
selain beragam kuliner tentunya. Selama ini Cirebon lebih dikenal sebagai kota
persinggahan semata bagi mereka yang hendak melintas dari timur ke barat Jawa
atau sebaliknya, terlebih pada masa liburan Hari Raya Idul Fitri atau masa
liburan sekolah. Kota yang terletak di pesisir pantai utara Jawa ini pun
menjadi salah satu kota tersibuk di tanah air, dalam melayani warga yang ingin
mudik sekaligus berlibur dari Jakarta maupun kota lainnya.
Pada tahun 1855, Sultan Baharuddin memisahkan diri dari Keraton Pungkawati karena merasa berbeda pendapat atas siapa yang harusnya memimpin keraton Cirebon. Keraton Kanoman bagi saya memiliki arsitektur yang unik. Jika bangunan jaman dahulu di dominasi oleh bata merah, keraton Kanoman di dominasi oleh warna putih. Yang membuatnya lebih unik dan menarik lagi, terdapat tempelan piring-piring kecil yang masing masing berbeda motif. Konon piring-piring ini adalah warisan dari masa Tionghoa.
Sebuah bangunan bergaya perpaduan Timur Tengah,
Jawa, dan Eropa berdiri menghadap ke arah utara di pesisir laut Jawa. Tepatnya
di daerah Cirebon, bangun kuno ini diperkirakan telah ada sejak tahun 1510 Saka
atau 1588 M. Inilah Keraton Kanoman yang telah menjadi bagian sejarah dari
masyarakat khas kota udang ini. Wafatnya Panembahan Adining Kusumah atau
Panembahan Ratu Pangkuwati II selaku penguasa Cirebon saat itu membuat Kota
Cirebon tidak stabil. Hal ini yang akhirnya membuat Sultan Ageng tirtayasa dari
Banten terpanggil untuk memulangkan anak Panembahan Ratu Pangkuwati II yang
ditahan.
Pangeran Syamsudin sebagai anak
pertama ditahan di Kediri dan Pangeran Badriddin wilayah Rembang, Jawa Tengah.
Penahanan ini dilakukan oleh pemberontak Kerajaan Mataram yang saat itu
dipimpin oleh Trunojoyo. Letak Keraton
Kanoman berada persis di belakang Pasar Kanoman, sungguh di sayangkan keunikan
arsitektur ini tidak dapat dinikmati hal layak banyak karena penampakannya yang
tertutup oleh bangunan pasar dan ruko-ruko yang ramai sepanjang hari.
Berada tepat di belakang pasar Kanoman, salah
satu keunikan utama dari keraton ini adalah dominasi warna putih di bangunannya,
sangat berbeda dengan umumnya keraton jaman dahulu yang kebanyakan di dominasi
batu bata merah. Di keraton ini terdapat piring-piring kecil dengan motif yang
berbeda, yang disebut-sebut berasal dari China.
Keraton termuda – yakni Keraton Kacirebonan adalah pecahan dari keraton Kanoman. Sebuah pintu kayu dengan ukiran mega mendung siap menyambut wisatawan yang hadir. Dengan desain bangunan dominan warna hijau, Keraton kacirebonan adalah rumah sejumlah benda benda bersejarah seperti topeng, uang bolong, sampai alat masak jaman dahulu.
Filosofi Pintu Siblawong
Salah satu bangunan menarik di Keraton Kanoman. Berbentuk
Gerbang atau Pintu Besar dari batu bata yang dilabur putih berbentuk Kori Agung
dengan daun pintu yang terbuat dari kayu jati. Di dinding Lawang Seblawong
dihiasi oleh piring piring keramik atau Jun yang ditempelkan di permukaan
dinding. Tulisan di keterangan, "Pintu Besar untuk Upacara
Panjang Jimat, bangunan berupa Pintu Gapura yang daun pintunya kayu jati".
Menurut
informasi, Lawang Seblawong hanya dibuka pada waktu perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW dan merupakan salah satu Pintu yang dilalui pada proses iring
iringan Panjang Jimat serta hanya dilewati Sultan ketika pawai alegori atau
bernuansa sufi.
Menurut penuturan sejarah, Pintu
Seblawong diyakini hanya ada di 3 tempat yaitu Keraton Kanoman Cirebon,
Kerajaan Pajajaran dan Kahyangan konon dipercaya bisa terhubung dengan dunia
gaib atau lelembut dan bila ditarik garis lurus Pintu Seblawong searah dengan
Gunung Jati serta menjadi inspirasi Daendels membuat gerbang serupa di
Perancis.
Pintu gerbang besar berwarna putih
di areal Siti Hinggil komplek Keraton Kanoman Cirebon dipercaya memiliki daya
mistis kuat. Si Blawong namanya.
Dengan tinggi sekitar 8 meter, Si Blawong pun terlihat kokoh. Tak hanya itu, Si Blawong diyakini sebagai gerbang penghubung antara alam nyata dengan alam gaib.
Dengan tinggi sekitar 8 meter, Si Blawong pun terlihat kokoh. Tak hanya itu, Si Blawong diyakini sebagai gerbang penghubung antara alam nyata dengan alam gaib.
Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan Si Blawong berasal dari bahasa sunda kuno yang memiliki arti tinggi. Arimbi mengatakan berdasarkan naskah kuno Si Blawong sudah ada sejak era Prabu Jayabhupati sekitar tahun 1030 hingga 1042 masehi. "ri Jayabhupati itu Raja Kerajaan Padjajaran yang ke-20. Pintu ini sempat terbengkalai setelah Jayabhupati wafat, karena ada perebutan warisan antar keturunannya. Jadi, sebelum keraton ada, pintu itu sudah ada,
Akses Masuk
pintu Si blawong
Arimbi mengatakan dalam perkembangannya Si Blawong dimanfatkan menjadi akses masuk ke komplek Ksiti Hinggi pada era Keprabonan Caruban. Saat ini, lanjut Arimbi, Si Blawong selalu dibuka saat ritual panjang jimat atau maulid nabi. Sekarang kalau iring-iringan panjang jimat lewat pintu itu. Pintu Si Blawong ini diyakini hanya ada di tiga tempat, yakni Keraton Kanoman, Kerajaan Padjajaran, dan Kahyangan.
Saat ritual panjang jimat, menurut Arimbi, para lelembut berkumpul di sekitar Si Blawong. Memang Si Blawong ini diyakini sebagai gerbang antara alam nyata dengan alam gaib atau lelembut
Arimbi menjelaskan daun pintu Si Blawong terbuat dari kayu jati tua. Selain itu, bangunan Si Blawong dilengkapi juga dengan keramik kuno dari China.
Arimbi mengatakan dalam perkembangannya Si Blawong dimanfatkan menjadi akses masuk ke komplek Ksiti Hinggi pada era Keprabonan Caruban. Saat ini, lanjut Arimbi, Si Blawong selalu dibuka saat ritual panjang jimat atau maulid nabi. Sekarang kalau iring-iringan panjang jimat lewat pintu itu. Pintu Si Blawong ini diyakini hanya ada di tiga tempat, yakni Keraton Kanoman, Kerajaan Padjajaran, dan Kahyangan.
Saat ritual panjang jimat, menurut Arimbi, para lelembut berkumpul di sekitar Si Blawong. Memang Si Blawong ini diyakini sebagai gerbang antara alam nyata dengan alam gaib atau lelembut
Arimbi menjelaskan daun pintu Si Blawong terbuat dari kayu jati tua. Selain itu, bangunan Si Blawong dilengkapi juga dengan keramik kuno dari China.
Sebuah pintu
gerbang yang berdiri kokoh di areal Keraton Kanoman Cirebon. Konon dipercaya
bisa terhubung dengan dunia gaib atau lelembut. Gerbang itu dikenal dengan nama
Pintu Si Blawong. Si Blawong berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti
besar atau tinggi. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Ksiti Hinggil.
Juru Bicara Kesultanan Kanoman Cirebon, Ratu Raja Arimbi Nurtina
menerangkan, berdasarkan riwayat dari beberapa naskah kuno, Pintu Si Blawong
sudah ada sebelum Keraton Kanoman berdiri, yakni pada masa Prabu Sri
Jayabhupati sebagai Raja Ke-20 Kerajaan Padjajaran.
Pasca wafatnya
Raja Sri Jayabhupati, Pintu Si Blawong sempat terbengkalai karena adanya
perebutan warisan antar keturunan raja. Di era Keprabonan Caruban, pintu
tersebut merupakan akses masuk kedalam kompleks Ksiti Hinggil bagi keluarga
raja dari arah Pura Pari. Si Blawong merupakan peninggalan Raja
Sri Jayabhupati sekitar tahun 1030 - 1042 Masehi, sebelum Keraton Kanoman ada
(19/9/2018). Pintu tersebut termasuk ke dalam bagian kompleks penobatan
Raja Sunda Galuh bersama dengan Ksiti Hinggil.
Konon,
dipercayai pintu serupa hanya ada di tiga tempat yaitu di Keraton
Kanoman, Kerajaan Padjajaran, dan Kahyangan. Pintu ini
semacam detektor atau pintu ghaib yang bisa menghubungkan dengan alam lain atau
alam lelembut, Arimbi menjelaskan, daun pintu gerbang Si Blawong terbuat dari
bahan kayu jati yang besar dan tebal. Pintu ini merupakan salah satu pintu yang
dilalui pada proses iring-iringan Panjang Jimat setiap peringatan Muludan Nabi
Muhammad SAW. Hanya dibuka setiap setahun sekali ketika upacara
panjang jimat atau Maulid Nabi. Pintu itu pun hanya dilewati Sultan ketika
pawai alegori atau bernuansa sufi. Dia menambahkan, bila ditarik garis lurus,
pintu Si Blawong searah dengan Gunung Jati. Ba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar