Sejarah Kereta Paksi Nagaliman & Singa Barong
Kereta kencana Paksi Naga Liman adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman. Dulu, kereta ini digunakan raja Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran.Contohnya yaitu ketika sedang acara arak-arakan, Muludan, Nadranan Kota Cirebon ini kereta yang ada di Museum Keraton Cirebon akan dikeluarkan untuk memperingati acara tersebut. Selain itu, kereta ini juga digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman.kereta ini tidak digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.Agar kereta tersebut agar tetap berdiri pada museum dan tidak runtuh saat akan digunakan terus menerus, maka dari itu Kereta Kencana Paksi Naga Liman dibuat tiruannya untuk memperingati acara acara tertentu.
KeretaKencana Paksi Naga Liman tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1608 berdasarkan angka Jawa nya yaitu 1530 pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930,
KeretaPaksi Naga Limanini berukuran panjang 3 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 2,6 meter dan ditarik oleh enam ekor kuda bule. Badan kereta terbagi dua bagian, yakni bagian atas dari kayu sebagai tempat duduk penumpang dan bagian bawah dari besi berupa rangkaian empat roda kereta. Bagian atas kereta berbentuk perpaduan tiga hewan seperti namanya, yakni (paksi)burung garuda karena kereta tersebut memiliki sayap seperti burung maka dari itu disebut dengan paksi, ular naga (naga)karena memiliki wajah yang mirip dengan naga maka dari itu disebutlah dengan naga, dan gajah yang artinya (liman)karena memiliki tubuh yang mirip seperti gajah. Tempat duduk penumpang berbentuk badan gajah yang kakinya dilipat, berekor naga, bersayap garuda, dan berkepala perpaduan antara naga dan gajah. Di bagian kepala, wajah gajah berbelalai mencuat ke atas memegang trisula dan tombak.
Paksi Naga Liman merupakan tema yang diangkat dalam Festival Keraton Nusantara (FKN) ke XI tahun 2017 di Cirebon. Kereta milik Kasultanan Kanoman Cirebon ini menjadi kebanggaan masyarakat Cirebon.Selain peninggalan kerajaan, kereta ini memiliki nilai historis yang tak kalah penting. Patih Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Moch Qodiran mengatakan, kereta pusaka paksi Naga Liman merupakan kendaraan utama Kerajaan Singhapura (1042-1440 M/936-1367 saka) hingga masa kesultanan Cirebon."Kereta kencana ini mengambil inspirasi dari kendaraan perang Bhatara Indra," kata Patih Qodiran, Senin, 18 September 2017.
Kereta ini diyakini telah ada sejak masa pangeran Cakra Bhuana berdasarkan naskah tertulis pada Candra Sangkala (1428 M/1350 saka). Kereta tersebut digunakan untuk menyerang Kerajaan Galuh Gunung Jati dan menjadi kereta kebesaran Kerajaan Cirebon."Diteruskan hingga saat ini oleh panembahan Cirebon hingga sultan Kanoman," kata Patih Qodiran.
Dalam pemeliharaannya, Paksi Naga Liman sempat mengalami perbaikan oleh pangeran Losari yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati. Dia menjelaskan, Paksi Naga Liman merupakan karya seni yang dipadukan dengan konsep kendaraan masa lalu, tetapi berhasil menginspirasi karya-karya futuristik, megah, dan memiliki nilai estetika yang tinggi.Patih Qodiran menambahkan Paksi Naga Liman adalah simbol Cirebon sebagai negeri tempat terjadinya asimilasi dan pluralisasi dari tiga kebudayaan, serta menempatkan Cirebon pada puncak keunggulan peradaban pada masanya."Bahkan berkembang penafsiran atas makna Paksi Naga Liman yang mengisyaratkan kejayaan kedaulatan, burung penjaga kedaulatan di udara atau Jaya Dirgantara Naga penjaga kedaulatan laut atau Jaya Bahari dan Gajah penjaga kedaulatan di darat atau Jaya Bhumi," kata dia.Selain dijadikan tema dalam FKN, Paksi Naga Liman tersebut juga dikemas dalam suatu pertunjukan tari di acara pembukaan FKN. Sebuah pertunjukan Musik dan Tari bertajuk Gending Paksi Naga Liman ini memadukan laras pentatonik, diatonik, pelog dan slendro, serta degung."Dengan sisipan musik khas China, Arab, dan India, sehingga menjadi pertunjukan yang unik, prigel (rajin), dan nyaman dipandang," ujar dia
Selain adanya Keret Kencana Paksi Naga Liman ada juga yang namanya Kereta Singa Barong, Kereta Singa Barong yang sampai kini masih terawat bagus itu, merupakan refleksi dari persahabatan dengan bangsa-bangsa. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang di gabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak. Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Budha dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
Kereta ini original buatan para ahli kereta Keraton Kacirebonan. Ini penggambaran bahwa pengetahuan teknologi orang Cirebon tempo dulu cukup tinggi. Ini sekaligus merupakan kelebihan kerajaan Cirebon dibaning keraton-keraton sebelumnya atau sesudahnya, yang mengimpor kereta dari Inggris, Belanda, atau Perancis. Kereta ini cukup layak dalam segi teknologi kereta yang merupakan titihan (kendaraan) raja-raja.
Singa Barong telah mengenal teknologi suspensi dengan menyusun per(pegas) lempengan besi yang dilapisi karet-karet pada empat rodanya. Dengan teknologi suspense ini, di samping kereta bias merasa empuk, badan kereta juga bias bergoyang-goyang ke belakang dan ke depan. Bergoyangnya tubuh kereta ke depan dan ke belakang bias membuat sayap kereta bergerak-gerak. Itu sebabnya jika kereta ini berjalan, binatang bertubuh burak berkepala gajah, dan bermahkota naga itu tampak seperti terbang. Terlihat megah ketika sang raja berada dalam kereta itu.
Kereta ini di buat oleh seorang arsitek kereta arsitek kereta Panembahan Losari dan pemehatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Menceritakan budaya khas tiga negara sahabat itu, pahatan wadasan dan megamendung mencirikan khas Cirebon, warna-warna ukiran yang merah-hijau mencitrakan khas Cina.
Tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) itu menjadi satu digambarkan prinsip trisula dalam belalai gajah. Tri berarti tiga, dan sula berarti tajam. Artinya, tiga kekuatan alam pikiran manusia yang tajam yaitu cipta, rasa, dan karsa. Cipta, rasa, dan karsa dimaksudkan sebagai kebijaksanaan berasal dari pengetahuan yang dijalankan dengan baik.
Kereta ini dulu digunakan oleh raja untuk kirab keliling Kota Cirebon tiap tanggal 1 Syura atau 1 Muharram dengan ditarik empat kerbau bule. Penggunaan kereta untuk kirab yang berlangsung setahun sekali itu berlangsung turun-temurun, mulai Panembahan Ratu Pakungwati I (1526- 1649). Kereta ini baru berhenti digunakan untuk kirab tahun 1942, karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan lagi.
Kereta itu kini tersimpan di museum kereta yang terletak di sisi bằngunan Taman Dewandaru Keraton Kasepuhan Cirebon. Kereta ini benar-benar tidak diperbolehkan lagi keluar, dalam acara apa pun, selain dibersihkan setiap bulan Syura atau Muharam. Bahkan, ketika dilakukan pameran antarkeraton se-Indonesia di Cirebon beberapa tahun lalu, yang dipamerkan adalah duplikat kereta yang bentuk maupun rupanya mirip.
Kereta Singa Barong menunjukkan ketulusan seorang raja seperti Panembahan Ratu Pakungwati I, raja keempat Kesultanan Cirebon itu. Karya untuk pribadi, seperti kereta itu, tidak direka dengan semata-mata imaji selera, tetapi juga didasarkan pada rasa. Rasa persahabatan dengan bangsa lain yang begitu melekat dihatinya dimanifestasikan dalam bentuk kereta itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar