Sebuah wilayah yang dapat dihasilkan dari pembagian kesultanan
Cirebon pada tiga putranya setelah kematiannya. Kraton Kanoman memiliki jarak
600 m.
Pangeran Girilaya atau dapat dikenal sebagai Panembahan Ratu
pakungwati II. Diatur pada 1666 Kesultanan Kanoman, yang berfokus pada Istana
Kanoman.
Apa itu Keraton Kanoman ?
Keraton Kanoman merupakan salah satu dalam dua sebuah bangunan Siren
Cirebon. Setelah pembangunan Istana Kanoman dalam tahun 1678, Siren Cirebon
terdiri atas adanya sebuah Istana Kasepuhan dan Istana Kanoman. Ukuran Islam di
Jawa Barat terkait erat dengan Cirebon.
Sunan Gunung Jati
merupakan termasuk orang yang dapat bertanggung jawab adanya sebuah penyebaran
Islam di Jawa Barat, hingga pidato Cirebon tidak dapat lepas dari sosok Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
Istana Kanoman didirikan
dengan seorang Pangeran Kertawijaya atau Pangeran Mohamad Badridin, yang dapat
menahan Sultan Anom I sekitar tahun 1678. Sunan Gunung Jati di desa Astana,
Cirebon Utara. Peninggalan yang bersejarah di Istana Kanoman terkait erat
dengan penyebaran agama Islam, yang Sunan Gunung Jati, juga dikenal sebagai
Syarif Hidayatullah, secara aktif berpraktek.
Kompleks Istana Kanoman yang telah mencakup area sekitar 6 hektar. Dalam
Kraton ini hidup Sultan kedua belas bernama Raja Muhammad Emiruddin bersama
keluarganya. Istana Kanoman adalah sebuah kompleks besar bangunan tua. Salah
satunya adalah pondok bernama cikal bakal istana, Witana Ward, yang luasnya
hampir 5 kali dalam seluas lapangan sepak bola.
Sejarah Kesultanan Kanoman
Kesultanan Kanoman secara resmi didirikan dalam tahun yang sama
dengan Kesultanan Kasepuhan pada 1679 dengan adanya pemimpin yang pertamanya,
yakni yang bernama Sultan Anom I.
Dalam tahun 1677, para pangeran yang ditangkap oleh Mataram
diselamatkan dari Kesultanan Cirebon dari Kesultanan Banten dengan bantuan
Trunojoyo, setelah Pangeran Nasiruddin, yang pada saat itu menjabat sebagai
Sultan Cirebon, oleh Sultan dari Agen Tirtan untuk meminta bantuan dari Sultan
Banten untuk menyelamatkan saudaranya, yang dipenjara oleh Mataram.
Pada saat itu, Banten, yang berperang dengan Belanda, dibebani
tugas menghindari kekacauan luas di keluarga besar kesultanan Cirebon, yang
sebenarnya telah terpecah sebelumnya dengan menentukan dalam ahli waris takhta
terhadap kesultanan Cirebon.
Pada akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa merupakan berasal dari
sebuah Kesultanan Banten yang memutuskan sebagai menunjuk Syamsuddin
(Martawijaya) menjadi Sultan Sepuh, Badruddin (Kartawijaya) untuk Sultan Anom
dan Nasiruddin (Wangsakerta) ke Panembahan Cirebon, yang dapat memerintah
sastra dan pendidikan di Cirebon, khususnya para bangsawan.
Konfirmasi dalam ketiganya untuk penguasa Cirebon kemudian terjadi
di Istana Pakungwati (sekarang bagian dari Kompleks Istana Kasepuhan) pada
tahun 1679, akan tetapi ternyata terjadinya sebuah masalah internal keluarga
besar tidak terselesaikan, kemudian dieksploitasi terhadap Belanda Dalam perang
dengan Kesultanan Banten, yakni sebagai mengirim dalam pasukan mereka ke
Pakungwati, serang Cirebon.
Bangunan Keraton Kanoman Cirebon
Dalam sebuah bangunan Istana Kanoman yang menghadap ke bagian
utara. Di luar bangunan Keraton adalah sebuah bangunan bergaya Bali yang dapat
disebut dengan Balai Maguntur yang berasal batu merah. Bangunan ini dapat
digunakan untuk sebuah tempat tinggal ketika sultan memberikan pidato atau
menghadiri upacara, misalnya pada apel tentara atau menonton Pelabuhan Gamelan
Sekaten.
Keraton Kanoman adalah salah satu tonggak sejarah kota Cirebon dan
tonggak berkembangnya agama Islam di Cirebon dan Jawa Barat. Kalau Anda
mengunjungi keraton ini jangan terkejut karena luas Keraton Kanoman sebesar 6
hektar.
Padahal lokasinya tersembunyi tepatnya dibelakang Pasar Kanoman.
Sehingga anda harus melewati pasar untuk menemukan tempat bersejarah ini. Di
keraton ini juga Anda akan menemukan peninggalan sejarah dan kisah mendalam
dari si pemandu wisata yang sudah menunggu Anda di pintu masuk keraton.
Dalam pantauan Bisnis, desain arsitektur keraton
ini memang terkesan mistik. Ada unsur tua yang terlihat dari dinding-dinding
keraton yang mengelupas. Pemandu wisata menceritakan bahwa keraton ini
merupakan pusat peradaban Kesultanan Cirebon. Namun karena ada perpecahan pada
keluarga keraton, alhasil terpecahlah keraton menjadi Keraton Kasepuhan,
Keraton Kecirebonan, dan Keraton Keprabon.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis,
Keraton Kanoman didirikan pada 1510 Saka atau 1588 Masehi.
Ada pun pendiri keraton ini adalah Pangeran Mohamad Badridin
atau Pangeran Kertawijaya yang bergelar Sultan Anom I. Sultan Anom tercatat
sebagai keturunan ketujuh dari Syarif Hidayatullah, atau Sunan Gunung Jati
merupakan sunan yang menyebarkan agama Islam di Cirebon.
Keraton Kanoman pun menyimpan jejak Sunan Gunung Jati memulai
menyebarkan agama Islam di wilayah ini. Sejumlah bangunan dan perabotan
tersimpan di keraton ini adalah alat syiar Sunan Gunung Jati. Maklum saja,
Sunan Gunung Jati memerintah di Kesultanan Cirebon pada 1479 – 1568.
Kesultanan Kanoman didirikan atas keinginan Sultan Banten Ki
Ageung Tirtayasa yang menobatkan dua orang pangeran dari Putra Panembahan
Adining Kusuma dari Kerajaan Mataram untuk memerintah di dua kesultanan.
Keraton Kanoman sampat saat ini masih taat memegang
adat-istiadat pepakem. Di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal yaitu
seminggu setelah Idul Fitri ziarah ke makam leluhur dan nakam Sunan Gunung Jati
di Desa Astana, Cirebon Utara.
Keramik di dinding-dinding Keraton Kanoman adalah keramik
Tiongkok. Hal ini menjelaskan relasi Keraton di Cirebon dengan komunitas
Tionghoa sudah terbina sejak lama.
Keraton Kanoman Cirebon terdiri atas berbagai macam bangunan.
Satu yang menjadi perhatian yaitu kompleks Siti Hinggil. Dibandingkan bangunan
lainnya, Kompleks Siti Hinggil berbeda karena tanahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah lainnya di Keraton Kanoman. Selain itu, dinding
bangunan kompleks Ksiti Hinggil dihiasi keramik bercorak Tiongkok yang sudah
berusia ratusan tahun. "Seusai dengan namanya, Siti Hinggil artinya
tanah tinggi," kata Juru Bicara Kesultanan Kanoman Cirebon, Ratu Raja
Arimbi Nurtina, Senin (10/9/2018). Arimbi menerangkan kompleks Ksiti Hinggil
sudah ada sejak abad ke-14 masehi, bangunan ini merupakan saksi dari penyebaran
agama Islam di tanah Cirebon. Bahkan di era Kaprabonan Caruban, Ksiti Hinggil
pernah dipakai sebagai Pura tempat penobatan raja. "Salah satunya
adalah penobatan Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana menjadi Sri
Mangana," ujarnya. Terdapat tiga buah pintu masuk ke dalam Kompleks Ksiti
Hinggil, yaitu Pintu Syahadatein yang menghadap utara, Pintu Kiblat yang
menghadap ke Barat, dan Pintu Shalawat yang menghadap ke Selatan.
Dikatakannya ketiga pintu tersebut mengandung makna filosofis yang sangat
tinggi tentang kehidupan manusia dalam menjalankan perintah agama Islam yang
baik dan benar. "Apabila seseorang ingin mencapai derajat tinggi
harus baca syahadat syarat sebagai muslim, lalu menghadap kiblat dengan
melakukan shalat sebagai salah satu kewajiban muslim, dan bershalawat atas Nabi
Muhammad SAW sebagai junjungan dan panutan umat Islam," terangnya. Arimbi
menyebutkan di dalam Kompleks Ksiti Hinggil terdapat dua bangunan yakni Mande
Manguntur dan Bangsal Sekaten. Kedua bangunan tersebut mempunyai fungsi yang
berbeda. Mande Manguntur merupakan tempat Sultan menyampaikan wejangan, berita,
hukum, atau ajaran agama kepada masyarakat. Selain itu, berfungsi juga
sebagi tempat pelinggihan Sultan ketika menghadiri dan menyaksikan berbagai
macam upacara. "Mande Manguntur juga tempat Batu Gilang, tempat calon raja
dalam upacara penobatan menjadi raja," sebutnya. Lalu, Bangsal
Sekatan berbentuk persegi panjang dengan konstruksi Malang Semirang. Dibagian
bawahnya terdapat ruangan dengan rongga resonansi yang terhubung ke Gunung
Jati. Fungsi Bangsal Sekaten yakni sebagai tempat dipentaskannya Gamelan
Sekaten peninggalan Sunan Kalijaga. Pementasan bisanya dilakukan setiap tanggal
8 - 12 bulan Mulud. "Di era Keprabonan Caruban, bangsal ini tempat para
pini sepuh saat penobatan berlsangung," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar