Sekali dalam setahun,
gamelan sekati yang tersimpan di Gedong Pejimatan Keraton Kanoman, Cirebon,
dicuci dan dimainkan. Pencucian gamelan yang dilanjutkan dengan memainkannya
selama lima hari ke depan itu merupakan salah satu rangkaian ritual Mauludan di
Cirebon. Gamelan dan gong sekati dicuci di Langgar Keraton pada Senin
(22/2/2010) pukul 09.15. Sebelum dicuci, perangkat gamelan itu lebih dulu
diarak dari Gedong Pejimatan menuju Langgar Keraton, kemudian doa bersama
dipanjatkan. Doa diikuti Pangeran Kumisi, Pangeran Patih, imam langgar, dan
abdi dalem keraton. Satu per satu perangkat gamelan, mulai dari dua pasang
gong, dicuci dengan air yang diambil dari sumur Langgar keraton. Karena usia
gamelan sudah mencapai 400 tahun, ada sepasang gong yang tidak utuh lagi
bentuknya. Setelah gong, perangkat gamelan berikutnya yang dicuci adalah
kenong, bonang, dan saron.
Rangkaian
tradisi dan ritual menjelang puncak Maulid Nabi Muhammad SAW terus digelar.
Salah satunya dengan mencuci alat musik tradisional Gong Sekati Keraton Kanoman Cirebon.
Gong Sekati tersebut akan ditabuh seminggu sebelum memasuki
puncak Maulid Nabi yang biasa dikenal dengan upacara Panjang Jimat. Gong sekati
dicuci untuk ditabuh mengiringi tradisi Gamelan Sekaten.
"Setelah dicuci malamnya ditabuh terus tiap hari sesuai
dengan waktu yang sudah ditentukan sampai puncak acara Panjang Jimat di Keraton
Kanoman," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi
Nurtina, Rabu (6/11/2019).
Diketahui, Gong Sekati ini sudah berusia sekitar 740 tahun,
tetapi masih bisa ditabuh. Padahal, sebagian besar kondisi gong sudah rapuh.
Ratu Arimbi menjelaskan, Keraton Kanoman memiliki perlakuan
khusus dalam merawat Gong Sekati peninggalan Sunan Gunung Jati.
Prosesi ritual pencucian seluruh alat musik gamelan itu menggunakan bahan
alami.
"Dicuci setahun sekali sebelum dicuci ada ritual
membaca doa dulu saat dicuci juga dibacakan doa berharap agar saat tradisi
gamelan sekaten berlangsung tidak ada kendala seperti suara gong jadi fals dan
sebagainya," ujar dia.
Para nayaga atau pemain Gong Sekati Kanoman Cirebon saling
bergantian membawa alat musik tabuh mereka untuk dicuci. Setelah dicuci, mereka
pun menaburkan tanah merah atau bata merah yang sudah ditumbuk halus di atas
alat musik tradisional itu.
Tumbukan bata merah tersebut kemudian dioleskan ke seluruh
badan alat musik menggunakan serabut kelapa. Ratu Arimbi menyebutkan, selain
menggunaan air doa, pencucian Gong Sekati menggunakan air kelapa hijau yang
sudah di fermentasi.
"Ini salah satu cara kami membersihkan benda
peninggalan nenek moyang khusus Gong Sekati Kanoman Cirebon agar
ketika ditabuh terdengar syahdu," ujar dia.
Tak
sedikit warga Cirebon yang menyaksikan pencucian gong sekaten di Keraton
Kanoman Cirebon. Aksi saling dorong demi air bekas ritual pun tak terhindarkan.
Awalnya, prosesi ritual pencucian gong sekaten itu dilakukan di langgar Keraton Kanoman Cirebon. Usai dicuci dan digosok menggunakan serabut kepala dan abu batu bata merah, gamelan pusaka dibawa ke Bangsal Sekaten Keraton Kanoman Cirebon.
Awalnya, prosesi ritual pencucian gong sekaten itu dilakukan di langgar Keraton Kanoman Cirebon. Usai dicuci dan digosok menggunakan serabut kepala dan abu batu bata merah, gamelan pusaka dibawa ke Bangsal Sekaten Keraton Kanoman Cirebon.
Namun, saat gamelan baru saja hendak dibawa dan keluar dari langgar keraton. Warga yang saat itu menyaksikan langsung menyebur kolam dan sejumlah ember yang digunakan untuk mencuci gamelan. Mereka sudah membawa botol kemasan, jerigen dan lainnya. Aksi saling dorong pun terjadi.
Warga yang antusias berebut air cucian jimat (Sudirman
Wamad/detikcom)
|
Warga
mempercayai air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki berkah. Sehingga
mereka rela saling dorong demi mendapatkan air tersebut.
Reina, salah seorang warga Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengaku rutin mengikuti ritual pencucian gamelan sekaten. Reina rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan air bekas pencucian gamelan.
"Dari pagi. (Airnya) buat mandi, buat anak-anak saya, supaya sehat dan waras," katanya.
Reina, salah seorang warga Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengaku rutin mengikuti ritual pencucian gamelan sekaten. Reina rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan air bekas pencucian gamelan.
"Dari pagi. (Airnya) buat mandi, buat anak-anak saya, supaya sehat dan waras," katanya.
Airnya dipercaya berkhasiat (Sudirman Wamad/detikcom)
|
Ia mengatakan air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki
berkah sendiri. "Sudah sering. Itu kan bekas cucian jimat, airnya bisa
buat mandi," katanya.
Terpisah, Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan masyarakat meyakini air tersebut membawa berkah. Sebab, air yang digunakan untuk pencucian gamelan pusaka itu terlebih dahulu dibacakan selawatan dan doa.
"Ya melalui media air. Karena air itu dipuji-pujikan dulu. Mereka berharap mendapat berkah, biasanya digunakan untuk pertanian, kesehatan dan lainnya," kata Arimbi.
Terpisah, Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan masyarakat meyakini air tersebut membawa berkah. Sebab, air yang digunakan untuk pencucian gamelan pusaka itu terlebih dahulu dibacakan selawatan dan doa.
"Ya melalui media air. Karena air itu dipuji-pujikan dulu. Mereka berharap mendapat berkah, biasanya digunakan untuk pertanian, kesehatan dan lainnya," kata Arimbi.
Jelang
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Keraton Kanoman Cirebon menggelar tradisi
cuci Gong Sekati atau Gong Sekaten, Rabu (6/11).
Puluhan
gamelan peninggalan jaman Walisongo pada masa syiar Islam yang ada di Keraton
Kanoman dicuci dengan air kembang dan abu gosok oleh abdi dalem Keraton sebelum
dimainkan pada malam hari.
Bukan
menyaksikan, ratusan warga atau pengunjung Keraton berebut air bekas cucian
alat musik tradisional itu. Masyarakat berharap berkah dari air bekas cucian
tersebut.
Para
abdi dalem yang ditugaskan untuk mencuci dengan sangat hati-hati saat
membersihkan gamelan-gamelan tersebut, terlebih ada gong yang kondisinya sudah
rusak ikut dibersihkan.
Gong
dan gamelan ini dicuci selama setahun sekali menjela g peringatan puncak Maulud
Nabi Muhammad SAW.
“Datang
ke keraton dari jam 9 pagi. Ia tadi saya ikut rebutan air. Katanya sih airnya
membawa berkah kalau dipakai mandi dan minum,” ujar Dian asal Kampung Kalijaga,
Kota Cirebon
Sementara
itu, Ratu Raja Arimbi selaku juru bicara Keraton Kanoman Cirebon mengatakan,
kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan jelang puncak peringati Maulid Nabi.
“Ini
pencucian Gong Sekati yang merupakan alat musik atau alat tabuh untuk
mengiringi gamelan Sekaten. Dimana gamelan Sekaten ini digunakan pada masa lalu
untuk syiar Islam,” katanya.
Cirebon (ANTARA) -
Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat pada setiap 9 Maulud atau Rabiulawal
melakukan ritual "Nyiram gong sekati" sebagai upaya untuk merawat
tradisi para leluhur.
"Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina di Cirebon, Rabu.
Ia menuturkan "Nyiram gong sekati" dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
"Gong sekati" yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.
Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan "Gamelan Sekaten" yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat.
"Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon," ujarnya.
Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala.
Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan.
"'Gamelan Sekaten' dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan," katanya.
"Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina di Cirebon, Rabu.
Ia menuturkan "Nyiram gong sekati" dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
"Gong sekati" yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.
Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan "Gamelan Sekaten" yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat.
"Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon," ujarnya.
Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala.
Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan.
"'Gamelan Sekaten' dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan," katanya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar