Halaman

Minggu, 26 Januari 2020

Mengintip Tradisi Siraman Gong "Sebelum Acara Maulid Nabi" di Keraton Kanoman


Sekali dalam setahun, gamelan sekati yang tersimpan di Gedong Pejimatan Keraton Kanoman, Cirebon, dicuci dan dimainkan. Pencucian gamelan yang dilanjutkan dengan memainkannya selama lima hari ke depan itu merupakan salah satu rangkaian ritual Mauludan di Cirebon. Gamelan dan gong sekati dicuci di Langgar Keraton pada Senin (22/2/2010) pukul 09.15. Sebelum dicuci, perangkat gamelan itu lebih dulu diarak dari Gedong Pejimatan menuju Langgar Keraton, kemudian doa bersama dipanjatkan. Doa diikuti Pangeran Kumisi, Pangeran Patih, imam langgar, dan abdi dalem keraton. Satu per satu perangkat gamelan, mulai dari dua pasang gong, dicuci dengan air yang diambil dari sumur Langgar keraton. Karena usia gamelan sudah mencapai 400 tahun, ada sepasang gong yang tidak utuh lagi bentuknya. Setelah gong, perangkat gamelan berikutnya yang dicuci adalah kenong, bonang, dan saron.


Rangkaian tradisi dan ritual menjelang puncak Maulid Nabi Muhammad SAW terus digelar. Salah satunya dengan mencuci alat musik tradisional Gong Sekati Keraton Kanoman Cirebon.
Gong Sekati tersebut akan ditabuh seminggu sebelum memasuki puncak Maulid Nabi yang biasa dikenal dengan upacara Panjang Jimat. Gong sekati dicuci untuk ditabuh mengiringi tradisi Gamelan Sekaten.
"Setelah dicuci malamnya ditabuh terus tiap hari sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan sampai puncak acara Panjang Jimat di Keraton Kanoman," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina, Rabu (6/11/2019).
Diketahui, Gong Sekati ini sudah berusia sekitar 740 tahun, tetapi masih bisa ditabuh. Padahal, sebagian besar kondisi gong sudah rapuh.
Ratu Arimbi menjelaskan, Keraton Kanoman memiliki perlakuan khusus dalam merawat Gong Sekati peninggalan Sunan Gunung Jati. Prosesi ritual pencucian seluruh alat musik gamelan itu menggunakan bahan alami.
"Dicuci setahun sekali sebelum dicuci ada ritual membaca doa dulu saat dicuci juga dibacakan doa berharap agar saat tradisi gamelan sekaten berlangsung tidak ada kendala seperti suara gong jadi fals dan sebagainya," ujar dia.
Para nayaga atau pemain Gong Sekati Kanoman Cirebon saling bergantian membawa alat musik tabuh mereka untuk dicuci. Setelah dicuci, mereka pun menaburkan tanah merah atau bata merah yang sudah ditumbuk halus di atas alat musik tradisional itu.
Tumbukan bata merah tersebut kemudian dioleskan ke seluruh badan alat musik menggunakan serabut kelapa. Ratu Arimbi menyebutkan, selain menggunaan air doa, pencucian Gong Sekati menggunakan air kelapa hijau yang sudah di fermentasi.
"Ini salah satu cara kami membersihkan benda peninggalan nenek moyang khusus Gong Sekati Kanoman Cirebon agar ketika ditabuh terdengar syahdu," ujar dia.
Tak sedikit warga Cirebon yang menyaksikan pencucian gong sekaten di Keraton Kanoman Cirebon. Aksi saling dorong demi air bekas ritual pun tak terhindarkan.

Awalnya, prosesi ritual pencucian gong sekaten itu dilakukan di langgar Keraton Kanoman Cirebon. Usai dicuci dan digosok menggunakan serabut kepala dan abu batu bata merah, gamelan pusaka dibawa ke Bangsal Sekaten Keraton Kanoman Cirebon.

Namun, saat gamelan baru saja hendak dibawa dan keluar dari langgar keraton. Warga yang saat itu menyaksikan langsung menyebur kolam dan sejumlah ember yang digunakan untuk mencuci gamelan. Mereka sudah membawa botol kemasan, jerigen dan lainnya. Aksi saling dorong pun terjadi.

Warga yang antusias berebut air cucian jimat (Sudirman Wamad/detikcom)
Warga mempercayai air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki berkah. Sehingga mereka rela saling dorong demi mendapatkan air tersebut.

Reina, salah seorang warga Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengaku rutin mengikuti ritual pencucian gamelan sekaten. Reina rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan air bekas pencucian gamelan.

"Dari pagi. (Airnya) buat mandi, buat anak-anak saya, supaya sehat dan waras," katanya.

Airnya dipercaya berkhasiat (Sudirman Wamad/detikcom)
Ia mengatakan air bekas pencucian gamelan pusaka itu memiliki berkah sendiri. "Sudah sering. Itu kan bekas cucian jimat, airnya bisa buat mandi," katanya.

Terpisah, Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan masyarakat meyakini air tersebut membawa berkah. Sebab, air yang digunakan untuk pencucian gamelan pusaka itu terlebih dahulu dibacakan selawatan dan doa.

"Ya melalui media air. Karena air itu dipuji-pujikan dulu. Mereka berharap mendapat berkah, biasanya digunakan untuk pertanian, kesehatan dan lainnya," kata Arimbi.
Jelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Keraton Kanoman Cirebon menggelar tradisi cuci Gong Sekati atau Gong Sekaten, Rabu (6/11).
Puluhan gamelan peninggalan jaman Walisongo pada masa syiar Islam yang ada di Keraton Kanoman dicuci dengan air kembang dan abu gosok oleh abdi dalem Keraton sebelum dimainkan pada malam hari.
Bukan menyaksikan, ratusan warga atau pengunjung Keraton berebut air bekas cucian alat musik tradisional itu. Masyarakat berharap berkah dari air bekas cucian tersebut.
Para abdi dalem yang ditugaskan untuk mencuci dengan sangat hati-hati saat membersihkan gamelan-gamelan tersebut, terlebih ada gong yang kondisinya sudah rusak ikut dibersihkan.

Gong dan gamelan ini dicuci selama setahun sekali menjela g peringatan puncak Maulud Nabi Muhammad SAW.
“Datang ke keraton dari jam 9 pagi. Ia tadi saya ikut rebutan air. Katanya sih airnya membawa berkah kalau dipakai mandi dan minum,” ujar Dian asal Kampung Kalijaga, Kota Cirebon
Sementara itu, Ratu Raja Arimbi selaku juru bicara Keraton Kanoman Cirebon mengatakan, kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan jelang puncak peringati Maulid Nabi.
“Ini pencucian Gong Sekati yang merupakan alat musik atau alat tabuh untuk mengiringi gamelan Sekaten. Dimana gamelan Sekaten ini digunakan pada masa lalu untuk syiar Islam,” katanya.
Cirebon (ANTARA) - Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat pada setiap 9 Maulud atau Rabiulawal melakukan ritual "Nyiram gong sekati" sebagai upaya untuk merawat tradisi para leluhur.

"Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina di Cirebon, Rabu.

Ia menuturkan "Nyiram gong sekati" dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

"Gong sekati" yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.

Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan "Gamelan Sekaten" yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat.

"Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon," ujarnya.

  

Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala.

Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan.

"'Gamelan Sekaten' dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan," katanya.





Sumber: 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar