Halaman

Minggu, 19 Januari 2020

Mengenal Kereta Kencana Milik Sultan,Ratu dan Permaisuri di Keraton Kanoman Cirebon

Mengenal Kereta Kencana Milik Sultan,Ratu dan Permaisuri di Keraton Kanoman Cirebon

               Di dalam Museum Keraton Kanoman tersimpan dua buah kereta kencana yang berumur ratusan tahun. Di balik sejarahnya, tersimpan pula filosofi dengan banyak makna. Cirebon memiliki banyak sekali keragaman budaya dan sejarah. Pada kesempatan ini saya akan membagi sedikit info mengenai keunikan peninggalan sejarah Kota Cirebon berupa kereta kencana, yaitu Kereta Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana.

            Kedua kereta itu memiliki kelebihan yang sangat unik, yaitu teknik pembuatan arsitekturnya tak jauh beda dengan kendaraan jaman sekarang. Misalnya, alat kemudi kereta memiliki sistem hidrolik dengan bahan kayu da baja. Memiliki suspensi sehingga pada saat digunakan kereta ini sangat nyaman membuat para sultan tidak merasakan guncangan saat roda menapaki jalan yang rusak.

Roda keretapun dibuat secara stabil yang disesuaikan dengan suspensi. Roda kereta dibuat menonjol keluar dari jari-jari roda yang cekung kedalam agar menghindari cipratan air pada saat kereta melaju di jalan yang basah. Jika dilihat secara sepintas memang terlihat tak jauh beda. Namun pada Kereta Paksi Naga Liman sayap dan lidahnya dapat bergerak dan membuat kereta ini terlihat sangat hebat dijamannya.
            Menurut para ahli sejarah internasional kereta ini sangat luar biasa dan menjadi kereta kerajaan sempurna dan paling modern yang pada saat itu tak terfikirkan oleh orang pada saat itu.


1. KERETA PAKSI NAGA LIMAN


            Kereta kencana Paksi Naga Liman adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman. Dulu, kereta ini digunakan raja Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran. Selain itu, kereta ini juga digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman. Kereta tersebut diperkirakan dibuat tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930, kereta ini tidak digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.

            Kereta ini berukuran panjang 3 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 2,6 meter dan ditarik oleh enam ekor kuda bule. Badan kereta terbagi dua bagian, yakni bagian atas dari kayu sebagai tempat duduk penumpang dan bagian bawah dari besi berupa rangkaian empat roda kereta.

            Kereta ini hanya diperuntukkan bagi Sri Sultan Kasultanan Kanoman. Dari kejauhan bentuknya tampak seperti seekor kuda bersayap, tampilannya lebih mirip menggambarkan buroq —kendaraan Nabi Muhammad SAW saat peristiwa Isra Mi'raj, peristiwa besar dalam ajaran Islam. Kepalanya berbentuk kepala naga dengan mata melotot, mulutnya terbuka menunjukkan gigi-gigi taring, telinganya runcing, memiliki sepasang tanduk, dan mengenakan mahkota. Memiliki sepasang gading dan hidung berupa belalai gajah yang mengarah ke atas sambil memegang sebuah tombak trisula. Keempat kakinya pun menyerupai kaki gajah, hanya saya di setiap kaki memiliki cula.

            Kereta Paksi Naga Liman, dari namanya sudah jelas bahwa kereta ini penggabungan dari 3 jenis hewan yaitu, Paksi = burung (sayap) Naga = naga (tanduk) Liman = gajah (belalai). Dibuat pada tahun 1350 Saka atau 1428 Masehi. Kereta ini digunaka oleh Sunan Gunung Jati untung berkeliling keraton.

            Bentuk kereta ini menjadi semacam perpaduan tiga budaya. Timur Tengah, Tiongkok, dan India. Pelambang penyatu umat, Islam, Kong Hu Cu, Buddha, dan Hindu. Semua bagian dari kereta memiliki filosofi, yang menunjukkan betapa tingginya pemikiran para empu kala itu.

            Dibuat dari kayu ulin atau kayu besi yang dikenal kuat. Detil hiasannya dibuat dari kayu pohon sawo kecik, yang melambangkan kebecikan atau kebaikan. Warna asli keunguan berasal dari kulit manggis, buah yang melambangkan kejujura. Sedangkan sayapnya berwarna kuning bersepuh emas.

            Dibuat pada 1428 atau 1350 tahun saka. Kereta ini merupakan harta peninggalan Pangeran Losari (Pulosaren) dan menjadi warisan Pangeran Walangsungsang (Cakra Buana). Dulu, kereta yang ditarik 6 ekor kerabu bule ini diinaiki oleh Sultan untuk berkeliling kota pada acara-acara besar. Karena usia kayu yang terus menua, kereta ini terakhir digunakan pada 1933, pada masa pemerintahan Sri Sultan Kanoman VIII, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen.


2. KERETA JEMPANA





Bersamaan dengan dibuatnya kereta Paksi Naga Liman untuk Sultan, dibuat pula kereta untuk permaisuri, Ratu Dalem Kesultanan Kanoman. Istilah jempana dalam bahasa setempat jemjeming prana yang berarti kesetiaan atau jemjeming pengagem manahayang yang berarti keteguhan hati. Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.



            Bentuknya berupa sebuah singgasana dengan ukiran rumit bermotif wadasan (batu karang) yang melambangkan jiwa manusia yang harus selalu optimis, bekerja keras, memiliki disiplin tingga, dan selalu bersyukur akan nikmat yang diberikan Sang Pencipta. Di bagian atas singgasana ada semacam payung terbuat dari logam yang dihias dengan motif mega mendung, melambangkan jiwa manusia yang bisa melindungi diri sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat. Bentuk dudukan mengambil ide dari wadasan dan mega mendung, dua unsur tanah dan udara yang biasa dibuat motif batik atau hiasan khas Cirebon.

            Tak hanya memikirkan soal bentuk, pengerjaan, dan filosofinya, para empu dan orang-orang bijaksana pun dulu sudah memikirkan cara perawatan kereta kencana. Di kolong kereta diletakkan kemenyan dalam wadah tanah liat. Ternyata asap kemenyan ini mengawetkan kayu, mengecilkan pori-pori kayu dan menghalau rayap. Selain itu dapat menetralisir kuman-kuman di dalam ruangan sekaligus menghalau nyamuk. Jadi jauhkan pemikiran soal mistis, karena pembakaran kemenyan pun bisa dijelaskan secara logis.

            Setelah mengetahui kereta kencana yang dipakai oleh Sultan,Ratu dan Permaisuri di Keraton Kanoman Cirebon mungkin ada yang belum tahu arti atau pengertian dari Sultan,Ratu dan Permaisuri. Dibawah ini adalah pengertian dari Sultan, Ratu dam Permaisuri.

            Sultan juga kerap disamakan dengan raja. Meski sama-sama merujuk kepada kepala monarki, sultan memiliki konotasi agama Islam di dalamnya sehingga tidak sepenuhnya dapat disamakan. Dalam penggunaannya di dunia internasional, biasanya sultan tidak diterjemahkan menjadi 'raja' dalam berbagai bahasa setempat, tetapi diserap apa-adanya.

            Meski kerap diidentikan dengan seorang laki-laki yang menjadi kepala monarki Muslim di suatu negara Muslim, sultan juga pernah secara resmi digunakan oleh wanita yang menjadi kepala monarki Muslim, meski secara bahasa, sultan memiliki bentuk wanita, yakni sultanah. Di Kesultanan Utsmani, sultan juga digunakan tidak hanya untuk kepala negara saja, tetapi juga kerabatnya, dengan laki-laki menyandang gelar tersebut di depan nama dan perempuan di belakang nama.          

            Ratu adalah gelar kebangsawanan di Indonesia dan dapat merujuk kepada dua hal, yaitu wanita yang memimpin kerajaan atau istri dari raja. Gelar yang sepadan dengan Ratu Permaisuri adalah gelar bagi istri dari penguasa monarki pria (raja, maharaja, sultan, atau kaisar). Dalam monarki yang menganut sistem poligami, permaisuri merujuk pada istri utama dari penguasa monarki pria. ... Gelar lain yang juga memiliki makna hampir sama dengan permaisuri adalah ratu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar