Di dalam Museum Keraton Kanoman tersimpan dua
buah kereta kencana yang berumur ratusan tahun. Di balik sejarahnya, tersimpan
pula filosofi dengan banyak makna. Cirebon memiliki banyak sekali keragaman
budaya dan sejarah. Pada kesempatan ini saya akan membagi sedikit info mengenai
keunikan peninggalan sejarah Kota Cirebon berupa kereta kencana, yaitu Kereta
Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana.
Kedua kereta itu
memiliki kelebihan yang sangat unik, yaitu teknik pembuatan arsitekturnya tak
jauh beda dengan kendaraan jaman sekarang. Misalnya, alat kemudi kereta
memiliki sistem hidrolik dengan bahan kayu da baja. Memiliki suspensi sehingga
pada saat digunakan kereta ini sangat nyaman membuat para sultan tidak
merasakan guncangan saat roda menapaki jalan yang rusak.
Roda keretapun dibuat secara stabil yang disesuaikan dengan suspensi. Roda kereta dibuat menonjol keluar dari jari-jari roda yang cekung kedalam agar menghindari cipratan air pada saat kereta melaju di jalan yang basah. Jika dilihat secara sepintas memang terlihat tak jauh beda. Namun pada Kereta Paksi Naga Liman sayap dan lidahnya dapat bergerak dan membuat kereta ini terlihat sangat hebat dijamannya.
Roda keretapun dibuat secara stabil yang disesuaikan dengan suspensi. Roda kereta dibuat menonjol keluar dari jari-jari roda yang cekung kedalam agar menghindari cipratan air pada saat kereta melaju di jalan yang basah. Jika dilihat secara sepintas memang terlihat tak jauh beda. Namun pada Kereta Paksi Naga Liman sayap dan lidahnya dapat bergerak dan membuat kereta ini terlihat sangat hebat dijamannya.
Menurut para ahli
sejarah internasional kereta ini sangat luar biasa dan menjadi kereta kerajaan
sempurna dan paling modern yang pada saat itu tak terfikirkan oleh orang pada
saat itu.
1. KERETA
PAKSI NAGA LIMAN
Kereta kencana Paksi Naga Liman
adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman. Dulu, kereta ini digunakan raja
Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran. Selain itu, kereta ini juga
digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman. Kereta tersebut
diperkirakan dibuat tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 pada leher badan
kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930, kereta ini tidak
digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai
pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.
Kereta ini berukuran panjang 3
meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 2,6 meter dan ditarik oleh enam ekor kuda
bule. Badan kereta terbagi dua bagian, yakni bagian atas dari kayu sebagai
tempat duduk penumpang dan bagian bawah dari besi berupa rangkaian empat roda
kereta.
Kereta ini hanya diperuntukkan bagi
Sri Sultan Kasultanan Kanoman. Dari kejauhan bentuknya tampak seperti seekor
kuda bersayap, tampilannya lebih mirip menggambarkan buroq —kendaraan Nabi
Muhammad SAW saat peristiwa Isra Mi'raj, peristiwa besar
dalam ajaran Islam. Kepalanya berbentuk kepala naga dengan mata melotot,
mulutnya terbuka menunjukkan gigi-gigi taring, telinganya runcing, memiliki
sepasang tanduk, dan mengenakan mahkota. Memiliki sepasang gading dan hidung
berupa belalai gajah yang mengarah ke atas sambil memegang sebuah tombak
trisula. Keempat kakinya pun menyerupai kaki gajah, hanya saya di setiap kaki
memiliki cula.
Kereta Paksi Naga Liman, dari
namanya sudah jelas bahwa kereta ini penggabungan dari 3 jenis hewan yaitu,
Paksi = burung (sayap) Naga = naga (tanduk) Liman = gajah (belalai). Dibuat
pada tahun 1350 Saka atau 1428 Masehi. Kereta ini digunaka oleh Sunan Gunung
Jati untung berkeliling keraton.
Bentuk kereta ini menjadi semacam
perpaduan tiga budaya. Timur Tengah, Tiongkok, dan India. Pelambang penyatu
umat, Islam, Kong Hu Cu, Buddha, dan Hindu. Semua bagian dari kereta memiliki
filosofi, yang menunjukkan betapa tingginya pemikiran para empu kala itu.
Dibuat dari kayu ulin atau kayu besi
yang dikenal kuat. Detil hiasannya dibuat dari kayu pohon sawo kecik, yang
melambangkan kebecikan atau kebaikan. Warna asli keunguan
berasal dari kulit manggis, buah yang melambangkan kejujura. Sedangkan sayapnya
berwarna kuning bersepuh emas.
Dibuat pada 1428 atau 1350 tahun
saka. Kereta ini merupakan harta peninggalan Pangeran Losari
(Pulosaren) dan menjadi warisan Pangeran Walangsungsang (Cakra
Buana). Dulu, kereta yang ditarik 6 ekor kerabu bule ini diinaiki oleh
Sultan untuk berkeliling kota pada acara-acara besar. Karena usia kayu yang
terus menua, kereta ini terakhir digunakan pada 1933, pada masa pemerintahan
Sri Sultan Kanoman VIII, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen.
2. KERETA
JEMPANA
Bersamaan dengan dibuatnya kereta Paksi Naga Liman untuk Sultan, dibuat pula kereta untuk permaisuri, Ratu Dalem Kesultanan Kanoman. Istilah jempana dalam bahasa setempat jemjeming prana yang berarti kesetiaan atau jemjeming pengagem manahayang yang berarti keteguhan hati. Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.
Bersamaan dengan dibuatnya kereta Paksi Naga Liman untuk Sultan, dibuat pula kereta untuk permaisuri, Ratu Dalem Kesultanan Kanoman. Istilah jempana dalam bahasa setempat jemjeming prana yang berarti kesetiaan atau jemjeming pengagem manahayang yang berarti keteguhan hati. Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.
Bentuknya berupa sebuah singgasana
dengan ukiran rumit bermotif wadasan (batu karang) yang
melambangkan jiwa manusia yang harus selalu optimis, bekerja keras, memiliki
disiplin tingga, dan selalu bersyukur akan nikmat yang diberikan Sang Pencipta.
Di bagian atas singgasana ada semacam payung terbuat dari logam yang dihias
dengan motif mega mendung, melambangkan jiwa manusia yang bisa melindungi diri
sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat. Bentuk dudukan mengambil ide dari
wadasan dan mega mendung, dua unsur tanah dan udara yang biasa dibuat motif
batik atau hiasan khas Cirebon.
Tak hanya memikirkan soal bentuk,
pengerjaan, dan filosofinya, para empu dan orang-orang bijaksana pun dulu sudah
memikirkan cara perawatan kereta kencana. Di kolong kereta diletakkan kemenyan
dalam wadah tanah liat. Ternyata asap kemenyan ini mengawetkan kayu,
mengecilkan pori-pori kayu dan menghalau rayap. Selain itu dapat menetralisir
kuman-kuman di dalam ruangan sekaligus menghalau nyamuk. Jadi jauhkan pemikiran
soal mistis, karena pembakaran kemenyan pun bisa dijelaskan secara logis.
Setelah mengetahui kereta kencana
yang dipakai oleh Sultan,Ratu dan Permaisuri di Keraton Kanoman Cirebon mungkin
ada yang belum tahu arti atau pengertian dari Sultan,Ratu dan Permaisuri.
Dibawah ini adalah pengertian dari Sultan, Ratu dam Permaisuri.
Sultan juga kerap disamakan dengan
raja. Meski sama-sama merujuk kepada kepala monarki, sultan memiliki konotasi
agama Islam di dalamnya sehingga tidak sepenuhnya dapat disamakan. Dalam
penggunaannya di dunia internasional, biasanya sultan tidak diterjemahkan
menjadi 'raja' dalam berbagai bahasa setempat, tetapi diserap apa-adanya.
Meski kerap diidentikan dengan
seorang laki-laki yang menjadi kepala monarki Muslim di suatu negara Muslim,
sultan juga pernah secara resmi digunakan oleh wanita yang menjadi kepala
monarki Muslim, meski secara bahasa, sultan memiliki bentuk wanita, yakni
sultanah. Di Kesultanan Utsmani, sultan juga digunakan tidak hanya untuk kepala
negara saja, tetapi juga kerabatnya, dengan laki-laki menyandang gelar tersebut
di depan nama dan perempuan di belakang nama.
Ratu adalah gelar kebangsawanan di
Indonesia dan dapat merujuk kepada dua hal, yaitu wanita yang memimpin kerajaan
atau istri dari raja. Gelar yang sepadan dengan Ratu Permaisuri adalah gelar
bagi istri dari penguasa monarki pria (raja, maharaja, sultan, atau kaisar).
Dalam monarki yang menganut sistem poligami, permaisuri merujuk pada istri
utama dari penguasa monarki pria. ... Gelar lain yang juga memiliki makna
hampir sama dengan permaisuri adalah ratu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar