Orang
Indonesia zaman dulu juga sudah mengenal semboyan persatuan Bhinneka Tunggal
Ika. Buktinya ada di Cirebon, berupa sebuah kereta kuno.
Adalah Pangeran Cakrabuana alias Mbah Kuwu Cirebon sebagai sultan pertama yang telah meninggalkan segudang peninggalan benda pusaka di Tanah Cirebon. Salah satu yang paling ikonik adalah Kereta Paksi Naga Liman.
Adalah Pangeran Cakrabuana alias Mbah Kuwu Cirebon sebagai sultan pertama yang telah meninggalkan segudang peninggalan benda pusaka di Tanah Cirebon. Salah satu yang paling ikonik adalah Kereta Paksi Naga Liman.
Kereta pusaka itu disimpan di Museum Keraton Kanoman Cirebon. Bentuknya masih orisinil. Berwarna hitam dan terlihat gagah. Kereta Paksi Naga berbentuk naga bersayap dengan kepala menyerupai gajah dengan posisi belalainya mengangkat sebuah tombak.
Patih Kanoman Cirebon, Pangeran Patih Raja Mochamad
Qodiran mengatakan kereta pusaka Paksi Naga Liman merupakan kendaraan utama
pada masa Kerajaan Singhapura hingga Kesultanan Cirebon, yakni sekitar tahun
1428 masehi. Munculnya gagasan kereta pusaka tersebut terinspirasi dari
kendaraan Perang Bhatara Indra.
"Kereta ini diyakini telah ada sejak masa Pangeran Cakrabuana berdasarkan naskah tertulis pada Candra Sangkala. Kereta ini sempat digunakan untuk menyerang Kerajaan Galuh".
"Kereta ini diyakini telah ada sejak masa Pangeran Cakrabuana berdasarkan naskah tertulis pada Candra Sangkala. Kereta ini sempat digunakan untuk menyerang Kerajaan Galuh".
Di Cirebon terdapat 3 Keraton, Diantaranya ada Keraton
Kasepuhan,Keraton Kanoman,
Keraton Kacirebonan. Kali ini
kita akanton-tunjukkan keragaman apa saja yang terdapat pada Keraton-keraton di
Cirebon :
1. Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan, obyek wisata utama di kota Cirebon,
Jawa Barat, mungkin sudah dikenal dan sudah dikunjungi. Namun, apakah Anda
sudah benar-benar mengenalnya? Sementara
bentuk bangunan dan berbagai koleksi benda kuno di keraton ini sudah banyak
diketahui, perpaduan berbagai unsur agama dan budaya dalam rancang bangun serta
benda kuno di Keraton Kasepuhan mungkin terlewatkan. Keraton Kasepuhan dan
pernak-pernik yang tersimpan di dalamnya adalah perpaduan dari tiga agama,
yaitu Hindu, Islam, dan Buddha, serta tiga budaya, yaitu Jawa, Tiongkok, dan
Eropa. Perpaduan ini menjadikan Keraton Kasepuhan lebih istimewa dari keraton
lainnya. Secara keseluruhan, kompleks keraton terdiri dari keraton itu sendiri,
alun-alun, serta masjid. Rancangan ini serupa dengan Keraton Yogyakarta dan
Solo, merupakan representasi dari arsitektur Islam nusantara.
Namun demikian, Keraton Kasepuhan masih memiliki unsur
Hindu yang kental. Tembok keraton yang terdiri dari bata merah dan bentuk
gapura keraton serupa dengan arsitektur bangunan Hindu seperti keraton
Majapahit. Dari sisi budaya, keberadaan Siti Hinggil dan pendopo-pendopo kecil
adalah representasi dari bangunan Jawa. Sementara, terdapat juga
keramik-keramik dinding yang punya 2 corak, Eropa dan Tiongkok. Di Taman
Bundaran Dewandaru yang terletak di kompleks tengah keraton, unsur Hindu bisa
dijumpai dalam wujud Lembu Nandu. Sementara, unsur Eropa berwujud meriam hadiah
dari Thomas Stanford Raffles. Benda kuno keraton yang menunjukkan dengan jelas
perpaduan unsur berbagai agama dan budaya adalah kereta kencana Singa Barong,
kereta kencana tua canggih pertama buatan Indonesia.
Pada bagian depan kereta, terdapat wujud hewan yang merupakan
gabungan dari tiga hewan sekaligus, yakni gajah, garuda, dan naga. Belalai
gajah adalah lambang agama Hindu, garuda bersayap burak adalah lambang Islam,
sedangkan naga adalah lambang Buddha.
2.) Keraton Kanoman
Untuk mengunjungi
kraton Kanoman lebih sulit dibanding Kraton Kasepuhan. Kraton ini terletak di
belakan Pasar Kanoman Cirebon, yang untuk masuknya akan menguji kesabaran,
terlebih jika membawa mobil. Kraton ini juga punya masalah yang sama dengan
Kraton Kasepuhan, terlebih lokasinya di dekat pasar menjadikan bagian depan
kraton terkesan kumuh karena banyaknya sampah.
Sama halnya dengan kraton kasepuhan, kraton ini memiliki
mesjid Agung di sisi barat alun-alun. Juga terdapat bangunan Siti Hinggil dan
Langgar Kraton. Jika pada Kraton Kasepuhan bangunan didominasi bata merah,
bangunan di Kraton Kanoman berwarna putih, kecuali pada bangsal kraton dan
mesjid agung. Namun ciri khas bangunan Cirebon masih dapat terlihat dari
tempelan-tempelan piring keramik cina/eropa pada dinding bangunan.
Di Kraton kanoman juga terdapat Patung Singa, bedanya
patung singanya terletak di pintu masuk kraton bagian barat, tidak di dalam
taman seperti di Kraton Kasepuhan.
Pada museum benda kuno Kraton
Kanoman, penataan benda-benda kunonya sangat tidak rapih alias berantakan.
Benda kuno yang paling besar adalah Kereta Kencananya. Ada tiga kereta kencana
di museum ini, dua adalah produk asli peninggalan abad 15, sementara satu
kereta adalah replikasi yang dibuat tahun 2007.
3. Keraton Kacirebonan
Kecirebonan dibangun pada tanggal 1800 M, Bangunan
kolonial ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris,
Wayang, perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain.
Seperti halnya Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman,
Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan
upacara adat seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya.
Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren
Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton Kasepuhan
dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacirebonan
posisinya memanjang dari utara ke selatan (posisi yang sama dengan
keraton-keraton lain di Cirebon) dengan luas tanah sekitar 46.500 meter
persegi.
Arsitektur Bangunan Kacirebonan masuk ke dalam model gaya
percampuran Cina, Bangunan jaman Kolonial dan Tradisional . Bentuk bangunannya
seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh
arsitektur Eropa yang kuat.
Setelah wafatnya Sultan Kacirebonan I Sultan Cerbon
Amirul Mukminin pada tahun 1814, Ratu Raja Resminingpuri yang merupakan
permaisuri dari mendiang almarhum Sultan Kacirebonan I tinggal di area Taman
Sari Gua Sunyaragi, tetapi dengan memiliki anak yang masih kecil dan baru
berumur lima tahun yaitu Pangeran Raja Madenda Hidayat yang kelak menjadi
Sultan Kacirebonan II dia memutuskan untuk membangun sebuah keraton Kacirebonan
di Pulosaren dengan uang pensiunan yang selama ini ditolaknya. Pada masa awal
pembangunan keraton Kacirebonan Ratu Raja Resminingpuri membuat bangunan induk
keraton, Paseban dan Tajug (mushola).
Bangunan induk keraton sebagai tempat sebagai tempat
tinggal sehari-hari sultan beserta keluarganya. Bangunan ini terdiri dari
beberapa ruangan antara lain ruang tidur, ruang kerja sultan, pecira, kamar
jimat, prabayasa, dapur dan teras (berfungsi sebagai ruang tunggu bila prajurit
rendahan ingin menghadap Sultan).
Paseban, terdapat dua buah bangunan Paseban di kompleks
keraton Kacirebonan, yaitu di barat dan timur, berdenah persegi panjang.
Paseban barat menghadap timur ditompang oleh 8 buah tiang dan 4 saka guru
(tiang utama) dan merupakan bangunan semi terbuka, dinding sisi barat dan timur
dipagari dengan tembok rendah, atapnya berbentuk joglo dengan penutup genteng.
Tajug (mushola), terletak di sebelah barat bangunan
induk, antara tajug dan paseban dipisahkan oleh tembok namun ada pintu
penghubung di sisi barat tembok. Pelataran keraton ke arah selatan pada pagar
tembok terdapat gapura kori agung beratap joglo, yaitu pintu agung utama.
Ratu Raja Resminingpuri pun menjadi wali atas puteranya
yang masih kecil tersebut. Setelah Pangeran Raja Madenda Hidayat dewasa, Ratu
Raja Resminingpuri memberikan tahtanya kepada puteranya tersebut dengan gelar
sultan namun hal itu ditolak oleh Belanda. (menurut Besluit hanya Sultan
Kacirebonan I saja yang berhak menyandang gelar sultan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar